Wednesday, June 15, 2011

NUTRIEN MINERAL

Interaksi Akar dan Tanah

Kondisi di daerah rhizosfere agak berbeda dengan kondisi tanah di luar rhizosfere yang berjauhan dengan akar tanaman. Akar tanaman tidak hanya berfungsi dalam penyerapan dan transportasi nutrien dari tanah ke tanaman dan utamanya air, tetapi juga akumulasi dan pengurangan ion, membebaskan H+ atau HCO3- yang mengakibatkan perubahan pH, mengkonsumsi O2 yang berakibat pada perubahan “redox potential” di dalam tanah. Eksudasi oleh akar tanaman juga berpengaruh terhadap mobilitas dan transformasi unsur serta populasi mikroorganisme dalam tanah. Kondisi rhizosfere dalam tanah berpengaruh terhadap perubahan lingkungan kimia akan berakibat pula pada ketersediaan nutrien dan penyerapan akar.


Tanah dan Mineral

Tanah adalah bentukan alam pada permukaan bumi yang tersusun atas lima komponen utama : bahan mineral, bahan organik, air, udara dan organisme hidup. Bahan mineral terdiri atas material anorganik dengan berbagai ukuran yaitu mulai dari fragmen batuan, kerikil, hingga partikel-partikel lempung/liat. Bahan organik tersusun atas hasil dekomposisi sisa tanaman dan hewan. Bahan mineral dan bahan organik ini yang berperan dalam memperbaiki matrik tanah. Pori-pori tanah yang terbentuk di antara partikel-partikel tanah akan diisi air dan udara. Sedang yang termasuk organisme hidup : akar tanaman, bakteri, fungi, protozoa, cacing, serangga dll.

Bentukan tanah berlangsung sejak ribuan tahun melalui proses geologi yang berlanjut hingga sekarang, termasuk di dalamnya proses pelapukan kimia dan fisika terhadap batuan dan mineral tanah, adanya tekanan, akumulasi dan dekomposisi bahan organik, transformasi, pencucian terhadap hasil pelapukan dan dekomposisi. Dari proses pelapukan dan dekomposisi tersebut menghasilkan partikel-partikel yang bersifat koloid ataupun partikel-partikel lempung.

Sisa tanaman, hewan dan mikroorganisme akan mengalami degradasi oleh mikroorganisme tanah. Proses degradasi bahan organik tanah ini akan membebaskan ion-ion anorganik dan CO2, selanjutnya proses degradasi bahan sisa ini akan berlangsung lebih lambat dengan meninggalkan residu koloid karbonat yang relatif resisten terhadap dekomposisi. Akumulasi residu bahan organik ini akan membentuk humus berwarna coklat hitam, banyak mengandung turunan senyawa fenol terutama lignin asal tanaman.

Partikel humus dan lempung, keduanya bercampur bersama air diperkolasikan ke dalam pori-pori tanah. Akhirnya bahan-bahan yang dapat larut tadi didispersikan mengikuti aliran menuju tempat pencadang air, sedang koloid lempung dan partikel-partikel humus yang tertinggal dalam tanah akan terhidrasi.

Bagian penting dari tanah yang terkait dengan nutrisi tanaman adalah fraksi koloid yang mengandung partikel-partikel koloid organik dan anorganik. Partikel koloid tersebut secara individual disebut misel, yang sangat halus (hanya nampak dengan bantuan mikroskop elektron) memiliki permukaan yang relatif luas per unit berat. Misel dari lempung memiliki struktur lempung yang terdiri atas silikon, alumunium oksida dengan atom oksigen di permukaan misel, memiliki sisi adsorpsi elektro negatif untuk menarik kation (Ca2+, Mg2+, K+, Al3+, NH4+ dan Na+) sebagaimana ion H+ yang dihasilkan oleh aktivitas biologi.

Misel humus (sedikit lempung) bersifat amorf, memiliki sifat khas yaitu dengan adanya permukaan yang bermuatan yang ditimbulkan oleh adanya gugus karboksil (-COOH) dan gugus hidroksil (-OH) di mana hidrogen berdisosiasi digantikan oleh kation.

Kedua misel lempung dan humus dikelilingi oleh sekumpulan kation dengan ikatan longgar yang masing-masing dikelilingi oleh mantel air. Karena misel lempung dan humus didominasi oleh muatan negatif, maka bila anion (nitrat) ditambahkan ke dalam tanah atau diberikan pada tanah organik yang telah terdekomposisi maka akan mengalami pencucian oleh air perkolasi.

Kation diadsorpsi di permukaan partikel koloid tanah dan dapat dipertukarkan secara cepat dengan larutan tanah, proses ini disebut pertukaran kation.

Suatu kation dapat menggantikan kation lain tergantung daya retensi dan adsorbsi kation. Kation trivalen diikat lebih kuat daripada kation divalen dan seterusnya lebih kuat daripada kation monovalen. Juga tingkat hidrasi dari suatu ion berpengaruh terhadap daya ikat. Kation terhidrasi tidak cukup kuat terikat pada permukaan mineral lempung karena adanya selubung (mantel) air. Kation yang lebih kecil memiliki mantel air yang lebih tebal, karena itu kerapatannya akan berkurang sehingga tidak terikat kuat pada mineral lempung.

Tabel ! :: Diameter kation terhidrasi dan tanpa hidrasi

kation


Terhidrasi


tanpa hidrasi

Rb+


0,51


0.,30

K+


0,53


0,27

NH4+


0,54


0,29

Na+


0,76


0,20

Li+


1,0


0,15

Mg2+


0,64


0,16

Ca2+


0,56


0,21

Menurut Hofmeister daya tukar kation dapat disusun sebagai berikut :

Li < Na < K+ < Rb+ < Cs+ Mg2+ < Ca2+ < Sr2+ < Ba2+ Namun ini tidak berlaku secara universal karena masih dipengaruhi struktur mineralnya (kaolinit, monmoulinit, mica dll). Mikoriza Mikoriza merupakan fungi di dalam tanah yang berasosiasi dengan akar tanaman. Ada dua kelompok mikoriza : ektotropik dan endotropik mikoriza. Ektotropik mikoriza menyelimuti akar dengan mantel hifa yang tebal, banyak dijumpai pada Pinus silvestris. Berkas fungi ini menyebar di antara sel kortikal akar yang memungkinkan terpeliharanya hubungan jamur dan tanaman. Fungi ini digolongkan ke dalam Basidiomycetes yang menggantungkan kebutuhan karbohidratnya dari akar tanaman. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan C-14 label pada fotosintat yang ditranslokasikan ke akar tanaman juga ke dalam berkas hifa mikoriza. Karbohidrat yang diperoleh dari akar terutama sukrosa segera diubah menjadi gula jamur seperti trihalosa dan manitol. Dengan cara ini senyawa organik, karbon organik yang diterima hanya sedikit yang direasimilasi oleh akar tanaman, sehingga nampak bahwa transport asimilat dari bagian atas tanaman menuju akar yang terinfeksi lebih banyak daripada yang menuju akar yang tidak terinfeksi. Ketebalan berkas hifa yang menyelimuti akar berperan dalam penyerapan air dan nutrien anorganik terutama fosfat dengan mengefektifkan dan memperluas permukaan kontak dengan tanah secara langsung. Hifa mikoriza (diameter 2-4 µm) mampu berpenetrasi ke dalam pori tanah yang tidak dapat dipenetrasi oleh akar rambut (diameter 5 kali lebih besar dari hifa). Akar yang tidak terinfeksi usianya lebih pendek dan tetap tidak membentuk cabang, sedang akar yang terinfeksi usianya lebih panjang dan mampu membentuk cabang, dengan demikian mikoriza membantu akar mengeksploitasi tanah untuk mendapatkan air dan nutrien. Telah diketahui bahwa fosfat diserap oleh hifa dan diteruskan ke tanaman. Fungi ini juga mengakumulasi nutrien yang selanjutnya disediakan bagi tanaman pada saat ketersediaan tanah rendah. Ektotropik mikoriza utamanya dijumpai pada akar pohon-pohonan dan semak hutan dan sangat berarti bagi kebutuhan nutrisi tanaman yang bersangkutan dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman bila ditanam ditanah yang ketersediaan fosfatnya rendah. Fungi endotropik mikoriza merupakan anggota dari Phycomycetes dan Basidiomycetes. Berbeda dengan ektotropik mikoriza, hifa endotropik mikoriza ini berpenetrasi ke sel kortek akan membentuk jala hifa internal dan beberapa di antaranya juga berkembang di dalam tanah. Banyak tanaman pertanian akarnya terinfeksi (berasosiasi) oleh vesikular-arbuskular mikoriza (VAM). Nama ini diberikan sehubungan dengan dua struktur karakteristik dari infeksi yaitu vesikel dan arbuskula. Dari Phycomycetes yaitu famili Endogonaceae, hifa fungi ini tumbuh bercabang baik yang ada di luar (dalam tanah) maupun dalam sel korteks. Juga dijumpai adanya struktur yang berbeda perkembangannya yang disebut arbuskula. Struktur ini menyerupai hostoria tetapi dihasilkan oleh cabang hifa dikotom. Vesikula merupakan hasil pembengkaan hifa yang terjadi di dalam atau di antara sel. Vesikula eksternal juga dibentuk dan berkembang dari hifa eksternal. Asosiasi antara inang dan fungi ini memiliki koordinasi yang baik. Akar-akar muda pencari nutrien tidak menunjukkan adanya kerusakan sewaktu diinfeksi oleh fungi ini, tentu saja akar hidup mempunyai arti penting dan sebagai kultur untuk fungi tersebut. Simbiosis ini prinsipnya sama dengan ektomikoriza yaitu : tanaman menyediakan senyawa karbon organik bagi mikoriza dan fungi membantu akar mengeksploitasi tanah untuk memperoleh air dan nutrien anorganik terutama fosfat bila terjadi kekurangan fosfat di sekitar akar (karena diserap lebih cepat daripada yang jauh dari akar). Jaringan hifa eksternal memperluas dari akar ke dalam tanah, memperluas permukaan kontak antara tanah dan asosiasi fungi-akar, sehingga meningkatkan penyerapan fosfat. Dari suatu penelitian pada akar bawang merah menunjukkan bahwa kecepatan fosfat lewat hifa lebih tinggi daripada lewat akar dan translokasi dalam hifa nampak lebih cepat. Fosfat ditranslokasikan dalam bentuk granula kecil-kecil polifosfat oleh aliran sitoplasma. Fosfat diserap oleh fungi dari kumpulan fosfat tanah yang labil dan karenanya dengan mudah fosfat tersedia. Fungi mikoriza memiliki kemampuan yang kecil untuk menggunakan fosfat tidak lerut seperti batuan fosfat. Tanaman dengan sistem perakaran yang permukaannya sempit dan berdaging dengan sedikit rambut akar akan sangat diuntungkan dalam penyerapan fosfat dari VAM (onion, sitrus dan anggur). Kecepatan infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor : pH dan temperatur optimum pada pH agak asam dan suhu 20o-25o C. Infeksi lambat pada kondisi defisiensi N yang sangat rendah dan meningkat dengan penyediaan nitrat dan kandungan nitrogen di akar, sedang pemberian ammonium berpengaruh sebaliknya. Kecepatan infeksi berkorelasi positip dengan kandungan karbohidrat terlarut di akar dan eksudasi gula. Terdapat korelasi positip antara infeksi VAM dengan pertumbuhan inang dan intensitas cahaya atau panjang hari. Lingkungan yang tidak cocok : ternaungi, tanaman meranggas menekan pertumbuhan mikoriza. Kondisi lingkungan yang menonjol adalah pengaruh fosfat. Pada defisiensi fosfat, kecepatan eksudasi gula reduksi dan asam amino meningkat dan seringkali berkorelasi dengan meningkatnya kecepatan infeksi. Ada hubungan antara aplikasi fosfat yang mudah larut (super fosfat) dan infeksi VAM, berbeda dengan rock fosfat sangat kecil pengaruhnya terhadap infeksi. Perluasan infeksi dikendalikan tidak oleh konsentrasi fosfat dalam larutan tanah tetapi oleh kandungan fosfat dalam tanaman. Secara umum meningkatnya penyerapan fosfat dan meningkatnya nutrisi fosfor adalah sebab utama dari meningkatnya hasil dan pertumbuhan tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza. Respon pertumbuhan terhadap infeksi menurun bila diberi fosfat yang mudah larut dan meningkatnya pertumbuhan menimbulkan lebih cepatnya penyerapan mineral lain. Mineral Essensiil Nutrien esensiil dibutuhkan oleh tanaman berupa bahan anorganik alam. Secara mendasar nutrien dibutuhkan tanaman berbeda dengan yang dibutuhkan oleh manusia, hewan dan mikroorganisme yang membutuhkan konsumsi bahan organik. Elemen essensiil tersebut : C H O N S P K Ca Mg Fe Mn Cu Zn Mo B Cl ( Na Si Co ) yang dibedakan elemen bukan mineral ( C H O N ), bukan metal ( N S P Bo Cl ) dan metal ( K Ca Mg Fe Mn Zn Co Mo ). Elemen essensiil untuk tanaman dibedakan antara elemen makro dan mikro. Makronutrien dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, sedang mikronutrien dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil. Elemen makro lebih dibutuhkan untuk komponen struktural, sedang elemen mikro lebih mengarah untuk komponen fungsional. Sebagai contoh makronutrien N dalam jaringan dapat mencapai 1000 kali lipat lebih besar daripada Zn. Makronutrien tersebut : C H O N S P K Ca Mg ( Na Si ) sedang mikronutrien : Fe Mn Cu Zn Mo B Cl. Namun adakalanya keberadaan mikronutrien hampir menyamai makronutrien dalam jaringan misal Fe atau Mn di dalam jaringan sangat tinggi hampir menyamai S atau Mg, bahkan pada kondisi tertentu dijumpai konsentrasi yang tinggi terhadap elemen-elemen non essensiil yang di antaranya bersifat toksik (Al, Ni, Se, F). Klasifikasi nutrien tanaman



Phospat (P)

Keberadaan Phosphat/fosfat (P) dalam tanah utamanya dalam bentuk :

1.

fosfat dalam larutan tanah
2.

fosfat labil
3.

fosfat nonlabil

Fraksi pertama yaitu berupa fosfat yang terlarut dalam larutan tanah, fraksi dua fosfat labil yaitu yang terikat dengan partikel-partikel tanah (mineral lempung), hidroksida, karbonat, Fe dan Al fosfat yang cepat mencapai keseimbangan dengan fosfat larutan. Fe oksida mengadsorpsi fosfat lebih kuat daripada mineral silikat. Proses adsorpsi fosfat ini tidak berdiri sendiri, tetapi juga melibatkan proses pengendapan (Ca-Fe dan Al fosfat) dan ini berakibat pada rendahnya ketersediaan nutrien yang bersangkutan. Fraksi ketiga : fosfat yang tidak larut misal : batuan fosfat yang lambat tersedia.

Dekomposisi bahan organik berpengaruh terhadap adsorpsi fosfat secara langsung ataupun tidak langsung dan mineralisasi fosfat dari dekomposisi bahan organik akan berpengaruh pada adsorpsi fosfat ataupun keberadaan fosfat bebas.

Bentuk ion fosfat penting dalam tanah : H2PO4- dan HPO42-

HPO42- + H+ H2PO4-

Keberadaan ion fosfat ini sangat dipengaruhi oleh pH. Akar tanaman mampu mengabsorbsi fosfat dari larutan tanah pada konsentrasi fosfat yang rendah, dan umumnya kandungan fosfat di akar maupun di xylem sekitar 100 – 1000 kali lipat lebih tinggi daripada di larutan tanah. Fosfat diserap oleh sel tanaman melawan perbedaan konsentrasi oleh karenanya diserap secara aktif.

Dilaporkan bahwa meningkatnya tekanan partikel O2 pada larutan nutrien akan meningkatkan pula serapan fosfat, sehingga respirasi karbohidrat akan mendorong proses aktif penyerapan fosfat. Hal serupa juga dijumpai bahwa tanaman yang tumbuh di bawah cahaya akan menyerap fosfat lebih tinggi daripada dalam keadaan gelap.

Serapan fosfat juga dipengaruhi oleh pH, pada pH rendah (4) tanaman mengabsorbsi fosfat 10 kali lipat lebih tinggi daripada pH tinggi (8,7) dan kecepatan maksimum diperoleh pada pH 5,6 dan akan menurun dengan cepat dengan semakin naiknya pH dan fosfat diserap secara aktif dalam bentuk ion H2PO4- dan bukan HPO42-.

Fosfat dalam sel ada dalam bentuk : fosfat anorganik (ortofosfat), pirofosfat, fosfat organik (fruktosa 6 fosfat, fosfolipida, nukleotida : ATP, UTP, CTP, GTP dan juga sebagai koenzim dan asam nukleat)

Mengingat pentingnya fungsi fosfat maka defisiensi fosfat dapat berdampak pada penyediaan energi (misal dalam kloroplas), proses metabolisme yang memerlukan energi (biosintesis : protein, asam nukleat dll), terhambatnya pertumbuhan dengan memperhatikan ratio berat kering tunas/akar (rendah) juga terhambatnya pertumbuhan tunas baru, berpengaruh pula pada kualitas buah, kualitas biji dan hasil yang rendah, mengingat P bersifat sangat immobile pada kebanyakan tanaman.

Defisiensi fosfat menunjukkan gejala : daun tua sering berwarna hijau gelap. Pada tanaman setahun, cabang-cabang berwarna kemerahan karena bertambahnya antosianin, pada tanaman buah-buahan daunnya berwarna agak kecoklatan.

Potassium (K)

Sumber potassium (K) untuk tanaman diperoleh dari pelapukan batuan mineral (alkali fildspars 4-15% K2O, Muskovit/K-mika 7-11% K2O, Biotit-Mg mika 6-10% K2O, ellite 4-7% K2O) berada di kisi-kisi mineral.


Pembebasan K hasil pelapukan dapat dengan air atau asam lemah dapat lebih cepat. Konsentrasi H+ yang tinggi dan K+ yang rendah dapat membebaskan K+ yang berada di antara lapisan batuan mineral (interlayer). Pembebasan K dapat juga dengan cara penggantian K+ oleh kation lain (Na+, Ca++, Mg++).

Fiksasi K+ dapat juga oleh mineral tanah dan fiksasi berlangsung lebih kuat pada kondisi kering daripada basah (lembab). Fiksasi K+ ini dapat dibebaskan oleh adanya NH4+ atau H+.

K+ berperan dalam banyak proses fisiologis dan biokimia tanaman dan diserap secara aktif dengan kecepatan penyerapan yang tinggi dan dapat melawan perbedaan konsentrasi. K+ dalam konsentrasi rendah ditransport secara aktif dengan adanya transfer energi oleh ATP-ase, sedang K+ konsentrasi tinggi justru akan menghambat mekanisme transport aktif dan dutransport secara pasif. Kecepatan penyerapan K+ juga dikontrol oleh konsentrasi K+ internal yang pada gilirannya berdampak pada turgor sel atau turgor sel justru dikontrol oleh penyerapan K+.

K+ diketahui sebagai unsur yang sangat mobil di jaringan tanaman, K+ utamanya ditransport secara langsung ke jaringan meristem dan seringkali dijumpai transport K+ berlangsung dari jaringan tua ke jaringan muda.

Transport K+ ke meristem, perannya belum diketahui dengan jelas, tetapi diduga terkait dengan kegiatan : sintesis protein, laju pertumbuhan dan penyediaan sitokinin. K+ penting dalam menentukan status air dalam tanaman : penyerapan air dalam sel/jaringan seringkali sebagai akibat penyerapan aktif terhadap K+, pembengkakan kotiledone berhubungan dengan penyediaan K+, turgor sel (daun) jega sangat dipengaruhi oleh kandungan K+.

Perlakuan tanaman dengan level K+ yang rendah diperoleh penurunan : laju pertumbuhan, besarnya sel, kandungan air dalam jaringan. Dari perlakuan ini disimpulkan bahwa jaringan muda sangat memerlukan K+ untuk memelihara turgor sel yang pada gilirannya untuk pembesaran sel, pada jaringan muda turtgor sel sangat sensitif terhadap status K+, K+ juga berkaitan dengan asimilasi CO2, fosforilasi dan sintesis protein.

Pendapat lain menyebutkan bahwa K+ sinergistik dengan asam gibberelin, kecepatan perpanjangan yang tinggi dijumpai pada aplikasi K+ dan asam gibberelin. Kehilangan air lebih rendah pada tanaman yang diberi K+ karena berpengaruh pada penurunan transpirasi yang tidak hanya tergantung pada potensi air pada sel mesofil, tetapi juga dikontrol oleh besarnya tingkat membukanya stomata.

K+ dalam sel stomata ikut mengendalikan membuka dan menutupnya stomata, stomata membuka bila kadar K+ di dalam sel stomata tinggi dan menutup bila kadar K+ rendah. Pada siang hari akan berlangsung fotosintesis, dihasilkan fotosintat yang dampaknya akan dihasilkan energi maka mendorong peningkatan penyerapan K+ yang akhirnya akan meningkatkan konsentrasi K+ dan menaikkan tekanan turgor. Perilaku K+ ini ternyata tidak berlaku untuk ion (anion) Cl- dan H2PO4- sehingga tidak mampu memberikan keseimbangan akibat peningkatan K+, sedang anion yang memberikan keseimbangan terhadap K+ asam malat yang dihasilkan via karboksilasi PEP.

Pengaruh K+ terhadap fotosintesis ternyata tidak langsung berpengaruh pada fotosintesis I dan II, tetapi menaikkan reaksi denovo yaitu sintesis enzim rubisco. K+ juga menurunkan resistensi difusi CO2 kedalam sel mesofil. Meningkatnya asimilasi CO2 paralel dengan meningkatnya fotorespirasi dan menurunkan respirasi (respirasi gelap), K+ juga meningkatkan translokasi fotosintat dan K+ secara tidak langsung meningkatkan sintesis beberapa macam senyawa organik seperti protein, gula dan polisakarida.

Kation K juga berperan mengaktifkan beberapa macam enzim, misal terhadap starch sintetase pada jagung manis, pengaruh K+ sangat kuat yang diikuti oleh Rb+, Cs+ dan NH4+ pengaruhnya lebih rendah daripada K+.

Defisiensi K tidak menunjukkan gejala yang jelas, awalnya hanya pengurangan laju pertumbuhan, setelah lanjut diikuti oleh klorosis dan nekrosis. Umumnya mulai nampak pada daun tua, karena K+ yang mobil ditransport dari daun tua ke jaringan yang lebih muda. Turunnya turgor apalagi pada kondisi stres air menyebabkan tanaman lembek. K+ juga dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap beberapa penyakit, misal pada gandum terhadap serangan penyakit : “powdery mildew” oleh Erysiphe graminis , padi : “brown spot” oleh Ophiobolus myabeanus, barley : “brown rust” oleh Puccinia hordei dan Fusarium, layu pada pisang oleh Fusarium oxysporum.

Beberapa pupuk potasium :


Calsium (Ca)

Di alam dalam bentuk calcite CaCO3 atau dolomit CaCO3MgCO3, gipsum CaCO3 2H2O, CaCO3 sukar larut dan hanya 10-15%mg Ca per liter air. Dalam bentuk Ca(HCO3)2 agak mudah larut yang dapat menyebabkan pencucian Ca :
CaCO3 + H2O Ca(HCO3)2

Ca dalam ikatan koloid tanah dapat dipertukarkan/dibebaskan oleh 2H+. Keberadaan Ca++ dalam tanah dapat mencapai 10 kali lipat atau lebih tinggi daripada K+, tetapi penyerapan K+ oleh akar tanaman lebih tinggi daripada Ca++. Rendahnya penyerapan Ca, karena Ca hanya diserap oleh ujung akar muda di mana endodermisnya belum dilapisi suberin, di samping penyerapan Ca ditekan oleh adanya K+ dan NH4+ yang lebih cepat diserap oleh akar.

Umumnya keberadaan Ca+ berkaitan dengan sifat basis pada tanah (pH yang lebih tinggi), namun Ca++ yang dapat dipertukarkan oleh H+ dapat berakibat pada penurunan pH tanah. Sebagai contoh pada kondisi yang natural, berlangsung proses nitrifikasi terhadap ammonium yang dihasilkan dari mineralisasi bahan organik :
2NH4 + 4O2 2NO3- + 4H+ + 2H2O

H+ yang dihasilkan akan membebaskan Ca, dengan demikian nitrifikasi dapat menyebabkan keasaman tanah dan pencucian Ca. Pengasaman tanah ini dapat juga terjadi karena eksresi H+ oleh akar tanaman juga pembakaran fosil dapat menyebabkan pembentukan H2SO4, H2SO3, HNO2 dan HNO3 di atmosfer yang dikembalikan ke tanah bersama air hujan.

Berbeda dengan penyerapan K+ dan fosfat, penyerapan Ca (dan Mg) hanya terjadi pada daerah akar yang terbatas yaitu sedikit di belakang pucuk akar dan transport Ca2+ dari korteks ke silinder pusat hanya efektif pada akar muda yang sel endodermisnya belum mengalami penebalan pita kaspari. Selebihnya pada akar yang lebih tua maka transport Ca2+ hanya mungkin lewat simplas.

Atas dasar keterangan di atas maka ditemukan bahwa transport Ca berlangsung secara pasif, sama halnya translokasi Ca2+ dalan tanaman. Di dalam xylem translokasi Ca berhubungan dengan proses transpirasi yang dipengaruhi oleh kelembaban udara.

Ketika kelembaban udara tinggi (trnaspirasi rendah) maka translokasi Ca2+ ke bagian atas tanaman menurun dan akan menekan penyerapan Ca2+. Aliran Ca di dalam xylem tidak semudah massflow, mengingat kation Ca juga diabsorbsi oleh sel-sel yang berdekatan dan diadsorpsi oleh anion yang tidak berdifusi dalam xylem. Adsorpsi Ca2+ pada dinding sel dapat dipertukarkan dengan kation lain sehingga Ca2+ dapat ditranslokasikan ke atas.

Pada tanaman yang sedang mengalami pertumbuhan berlangsung translokasi ke arah tunas pucuk walau kecepatan transpirasi lebih rendah daripada di daun yang telah tua. Hal ini diketahui bahwa aliran tersebut diinduksi oleh auksin (IAA) yang disintesis di tunas pucuk.

Selama pertumbuhan IAA menstimulasi pengeluaran proton (H+) pada zona perpanjangan tunas pucuk meningkatkan pembentukan sisi pertukaran kation sehingga pucuk pertumbuhan menjadi pusat akumulasi kation Ca. Hubungan tersebut telah diteliti dan hasilnya bahwa penggunaan penghambat trasport IAA, asam 2 3 5 iodobenzoat (TIBA) menunjukkan penghambatan induksi TIBA pada transport IAA dan pengaruh penghambatan TIBA terhadap translokasi Ca ke pucuk tunas. Ternyata bahwa transport IAA ke basipetal mendorong Ca untuk ditranslokasikan ke arah akripetal sebaliknya kecepatan translokasi Ca2+ ke arah bawah sangat lambat, oleh karena itu transport Ca2+ di floem konsentrasinya sangat kecil.

Kadang dijumpai Ca2+ di deposit pada daun tua dan tidak dapat ditranslokasikan ke jaringan meristem yang menunjukkan gejala defisiensi Ca2+ karena sifat Ca2+ yang tidak mobil. Percobaan menggunakan Ca label juga menunjukkan bahwa Ca ditranslokasikan ke bagian atas tanaman dan tidak ke pucuk akar, sebaliknya K+ di floem dijumpai dalam jumlah yang berlebihan.

Ca2+ merupakan ion yang antagonis dengan H+. bila Ca2+ membran dipertukarkan dengan H+ atau menggunakan khelat maka permeabilitas sangat meningkat dan dapat terjadi kebocoran ion atau senyawa organik molekul kecil. Ca diketahui penting untuk pertumbuhan tanaman, hal itu dapat ditunjukkan dengan menghentikan penyediaan Ca pada akar, maka pertumbuhannya segera berkurang dan setelah beberapa hari pucuk akar berwarna coklat dan secara bertahap akan mati. Calsium dibutuhkan untuk perpanjangan dan pembelahan sel. Tetapi bagaimana peran Ca2+ dalam proses tersebut belum diketahui betul. Ca merupakan ion penting untuk memelihara permeabilitas dan integritas membran sel. Ca yang ditempatkan pada daerah batas antara sitoplasma dan dinding sel mengindikasikan kandungan Ca yang tinggi di plasmolema. Ca dapat dipindahkan dari membran dengan perlakuan EDTA. Perlakuan ini meningkatkan permeabilitas membran, sehingga senyawa anorganik dan organik dapat berdifusi ke luar sel dan berakibat pada kerusakan.

Kerusakan dari permeabilitas membran oleh defisiensi Ca, seperti efek dari EDTA mempengaruhi retensi dari senyawa-senyawa seluler yang dapat berdifusi. Membran akan bocor, cepat mengalami defisiensi dan struktur membrannya mengalami disintegrasi.

Pada tanaman, kerusakan terjadi pertama di jaringan meristem seperti pucuk akar, titik tumbuh pada bagian atas tanaman dan organ penyimpanan. Senyawa melanin yang berwarna coklat yang dihasilkan dari oksidasi polifenol berkaitan dengan jaringan yang mengalami defisiensi. Bila jaringan ini kecukupan Ca2+ oksidasi tersebut akan dihambat dengan adanya khelasi senyawa fenolik oleh Ca.

Senescen juga diakibatkan oleh adanya defisiensi Ca dan dapat dihambat oleh Ca2+. Senesen pada daun jagung dapat ditunda dengan penambahan Ca2+ atau sitokinin. Absisi daun (hidney bean) yang disebabkan oleh senesen dapat ditunda dengan memberikan Ca2+ konsentrasi tinggi pada medium. Untuk memenuhi fungsinya, Ca harus selalu ada di larutan eksternal di mana ia mengatur selektivitas penyerapan ion dan mencegah kebocoran dari sitoplasma. Ca membran terikat oleh gugus fosfatdan karboksil dan fosfolipida dan protein pada permukaan membrn sel. Dapat dipertukarkan oleh K+, Na+ dan H+, meskipun tidak dapat menggantikan posisi Ca sebagai stabilisasi termasuk divalen Mg2+.

Aplikasi Calsium seringkali dilakukan dengan cara pengapuran. Karbonat adalah batuan kapur, yang bila dibakar pada suhu 1100oC menghasilkan :

CaCO3 CaO + CO2 , CaO cepat bereaksi dengan air.

CaO + H2O Ca(OH)2, bila kontak dengan CO2 akan kembali ke bentuk : Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O

CaO dan Ca(OH)2 stabilitasnya tinggi

CaO bereaksi dengan air dan langsung dapat menetralkan larutan tanah yang asam.

CaO + H2O Ca(OH)2

Ca(OH)2 + 2H+ Ca2+ + 2H2O

CaO + 2H+ Ca2+ + H2O

Reaksi di atas diperlakukan bila diperlukan perubahan pH yang cepat.

CaCO3 bereaksi lebih lambat, tetapi bila kondisi sangat asam dapat bereaksi cepat : CaCo3 + 2H+ Ca2+ + H2O + CO2

Pada kondisi asam agak lemah adanya CO2 baik untuk pelarutan CaCO3 dengan membentuk senyawa bicarbonat :

CaCO3 +CO2 + H2O Ca(HCO3)2

Ca(HCO3)2 + 2H+ Ca2+ + 2CO2 + 2H2O
CaCO3 + 2H+ Ca2+ + CO2 +H2O

Ca silikat lebih lambat daripada CaCO3 untuk menetralkan tanah asam


CaSiO3 + 2H+ Ca2+ + SiO3 + H2O

Pada pH basa sebaiknya jangan memupuk dengan pupuk ammonium sebab akan terjadi volatilisasi dalam bentuk amoniak

NH4 +OH H2O + NH3

Meningkatnya pH dari asam berdampak membaiknya kondisi lingkungan mikroorganisme :

*

penambat N2 bebas

*

mineralisasi nitrogen (dekomposisi)
*

nitrifikasi
*

denitrifikasi

S (Sulfur)

Merupakan nutrien non metalik yang dapat diserap dalam bentuk SO2 oleh bagian tanaman di atas tanah (daun) dan bentuk SO42- oleh akar tanaman.

Sulfur di tanah dalam bentuk organik dan anorganik, pada tanah organik merupakan recervoir S, misal pada tanah peat kandungan terbesar adalah S. di dalam tanah organik dibedakan dalam dua fraksi : S yang berikatan dengan karbon seperti (asam amino jumlahnya kurang dari separoh fraksi), yang kedua ialah yang tidak berikatan dengan karbon (senyawa fenolik, cholin-sulfat sebagai lemak)

Tanah organik memiliki ratio C/N/S = 125 : 10 : 1,2, sedang tanah anorganik berada dalam bentuk : CaSO4, MgSO4 dan Na2SO4. Pada tanah organik S tersedia oleh aktivitas mikroorganisme yaitu lewat proses mineralisasi bahan organik dan terbentuk H2S, pada kondisi aerob akan terjadi oksidasi (autooksidasi) menjadi SO4. Pada kondisi anaerob H2S akan dioksidasi menghasilkan S oleh bakteri belerang khemotrop (Beggiatoa dan Theothrix), bakteri yang sama juga mengoksidasi S menjadi H2SO4 dalam kondisi aerob.

S dioksidasi secara khemotropik oleh Thiobacillus

2H2S + O2 2H2O + 2S + 510 kj

2S + 3O2 + 2H2O 2H2SO4 + 1180 kj

2H2S + 4O2 2H2SO4 + 1690 kj

Pembentukan H2SO4 dan unsur S menyebabkan keasaman oleh karena itu dapat menurunkan pH tanah alkali.

Pada kondisi tanah tergenang S tereduksi dalam bentuk FeS, FeS2 (pirit) dan H2S, misal pada kondisi tergenang padi sawah : H2S merupakan hasil akhir dari degradasi S secara anaerob (metil sulfida, butil sulfida juga terbentuk), H2S memberikan bau yang tidak disenangi.

FeS + H2O + ½O2 Fe(OH)2 + S

Bakteri fotosintetik ungu dan hijau dapat mengoksidasi H2S ke S dengan menggunakan H untuk transport elektron fotosintetik. Bila prosesnya dihambat, H2S dapat berakumulasi sehingga meracuni tanaman.

Keracunan H2S dapat dihindarkan dengan menambahkan garam fero sehingga membentuk FeS. Reduksi sulfat pada kondisi anaerob oleh bakteri Desulfovibrio menggunakan oksigen dari SO4 sebagai aseptor elektron terakhir menghasilkan H2S.

Sulfur diserap tanaman secara aktif dalam bentuk SO42-, pH tidak terlalu berpengaruh namun serapan tertinggi berlangsung pada pH 6,5. Banyak senyawa yang mempunyai fungsi penting yang mengandung sulfur misal : asam amino sistein, metionin, glutation, biotin, coenzim A dan teamin pirofosfat.

Menurut penelitian pada bunga matahari SO4 diabsorpsi dan ditranslokasikan secara aktif dengan melawan perbedaan konsentrasi. Sulfat terutama ditranslokasikan ke arah atas (acropetal) dan kemampuan tanaman tinggi menggerakan S ke arah bawah (basipetal) relatif rendah.

Percobaan dengan kultur larutan (clover) diketahui dengan diputuskan penyediaan SO4 (ke dalam larutan bebas SO4), S dalam akar dan petiol ditranslokasikan ke arah daun muda, sedang S dari daun tua tidak berkontribusi terhadap penyediaan unsur S bagi jaringan muda. Juga diketahui bahwa tidak terjadi translokasi yang menentang aliran transpirasi.

Di atmosfer S berada dalam bentuk SO2 yang dapat diabsorbsi lewat stomata dan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman. S dalam tanaman dapat dijumpai sebagai S protein, S asam amino dan sulfat. Sebagai bukti bahwa SO2 atmosfer dapat dimanfaatkan oleh tanaman : beberapa spesies tanaman yang ditumbuhkan dalam “growth chamber” dan dialirkan SO2 atmosfer sebagi sumber S, ternyata pertumbuhan tanaman akan berkurang bila tidak ada SO2. Namun SO2 atmosfer juga dapat meracun terutama bagi tanaman yang sensitif.

Konsentrasi SO2 di atmosfer umumnya sekitar 0,1 – 0,2 mg SO2- S/m3, sedang kadar SO2 atmosfer yang dapat meracun mulai 0,5 – 0,7 mg SO2- S/m3. Konsentrasi SO2 atmosfer yang tinggi mengakibatkan gejala nekrotik di daun, sedang pada defisiensi S pada larutan medium (tanah) akan menghambat sintesis protein karena kurangnya asam amino metionin dan sistein. Sebaliknya terjadi akumulasi asam amino non S : asparagin, glutamin, arginin. Defisiensi S menunjukkan gejala klorosis sehingga berakibat rendahnya gula sebagai hasil fotosintesis.

Defisiensi S dapat diatasi dengan aplikasi pupuk S seperti gipsum (CaSO4 – 2H2O) untuk tanah yang mengalami defisiensi S sangat tinggi, pupuk superfosfat, amonium sulfat dan potasium sulfat.

Magnesium (Mg)

Di dalam tanah banyak dijumpai dalam fraksi lempung, Mg dijumpai dalam mineral ferromagnesium yang mudah lapuk (biotit, serpentin, hornblende, olivin) juga dalam mineral lempung sekunder (chlorite, vermikulit, illit dan monmoulinit). Di dalam tanah juga dapat dijumpai Mg sebagai MgSO4, MgCO3 atau dolomit (CaCO3, MgCO3).

Distribusi Mg dalam tanah mirip dengan K dibedakan dalam tiga bentuk: tidak dapat dipertukarkan, dapat dipertukarkan dan bentuk larut dalam air. Ketiga bentuk tersebut relatif setimbang namun yang terbesar adalah bantuk tidak dapat dipertukarkan pada mineral primer dan mineral lempung sekunder. Mg yang dapat dipertukarkan ini sekitar 5% dari total Mg, fraksi yang berupa Mg terlarut dalam air penting bagi penyediaan nutrien tanaman. Mg dalam larutan tanah cukup tinggi 2-5 mM, meskipun pada berbagai tanah sangat bervariasi yaitu mulai 0,2 – 150 mM. beberapa Mg di tanah berasosiasi dengan bahan organik, tetapi biasanya kecil, kurang dari 1% total Mg dalam tanah, seperti halnya Ca ternyata Mg juga mudah mengalami pencucian.

Penyerapan oleh tanaman lebih rendah daripada Ca2+ atau K+. Mg dalam jaringan sekitar 0,5% bahan kering. Pengaruh kompetitif kation terhadap penyerapan utamanya Mg seringkali menjadi penyebab defisiensi Mg pada daun (apel) dan sebaliknya K+ yang rendah diperoleh Mg yang tinggi.

Meskipun K+ yang tinggi sering menekan total penyerapan Mg, namun pengaruh peningkatan penyediaan K+ bervariasi pada berbagai organ tanaman. Tabel berikut menunjukkan bahwa pada tanaman tomat, peningkatan penyediaan K+ menurunkan kandungan Mg di daun dan akar, namun pada buah malah sedikit meningkat, ternyata K+ meningkatkan translokasi Mg2+ yang menuju buah.

Tabel 2 : Pengaruh K+ terhadap kandungan beberapa kation pada berbagai organ tanaman ( Mengel K. dan Kirkby E.A., 1987 )


K & Na kompetitif


-


atagonisme.

K & Mg kompetitif


tapi Mg sangat mobil pada buah tidak berpengaruh.

K & Ca kompetitif


-


translokasi Ca sangat ditentukan oleh transpirasi hanya diangkut ke arah atas.

Berbeda dengan Ca2+, Mg bersifat mobil di dalam floem sehingga dapat ditranslokasikan ke daun muda ataupun ke tunas pucuk. Dalam jaringan tanaman total Mg seringkali lebih 70% yang dapat didifusikan berasosiasi dengan anion organik seperti asam malat dan asam sitrat. Pada biji cerealia dapat berupa garam inositol hexafosfat (asam fitat) berasosiasi dengan klorofil (15-20%).

Mg juga merupakan kofaktor hampir seluruh enzim yang mengaktifkan proses fosforilasi, Mg sebagai jembatan antara struktur pirofosfat (ATP dan ADP) dengan molekul enzim.

Aktivasi ATP ase dibawakan oleh model jembatan di atas, Mg juga mengaktifkan fosfokinase, dehidrogenase, enolase. Mg juga membawakan reaksi kunci pengaktifan enzim ribulosa bifosfat carboksilase (Rubisco). Defisiensi Mg dapat menurunkan N protein karena defisiensi Mg menghambat sintesis protein, terutama terhadap penggabungan asam amino tertentu (seperti halnya defisiensi S), pengaruh ini lebih disebabkan oleh disosiasi ribosom ke dalam sub unitnya karena ketiadaan Mg, karena Mg sebagai stabilisator ribosom yang penting untuk sintesis protein. Pemindahan asam amino dari aminoacide tRNA ke rantai polipeptida juga diaktifkan oleh Mg.

Gejala defisiensi Mg selalu dimulai dari daun yang tua ke arah daun muda, hal ini disebabkan sifat Mg yang mobil. Pada bagian antarvena daun menunjukkan warna kuning atau klorosis bila lebih lanjut akan terjadi nekrosis. Pada gula beat gejala ini sering dikacaukan dengan serangan virus yellow. Ciri lain, bila tanaman memperoleh cahaya matahari yang kuat nampak layu seperti pada defisiensi K, yang mengalami gangguan pada kandungan airnya. Defisiensi Mg pada daun secara individual nampak kaku/keras, rapuh, pembuluh antar tulang daun lengkung, daun gugur prematur. Gejala ini pada dikotil dan monokotil berbeda. Pada cereal dan monokotil, defisiensi Mg menunjukkan gejala yang berbeda. Seperti pada dikotil mempengaruhi metabolisme air dan karbohidrat dan defisiensi dimulai dari daun tua. Cerealia, dasar daun lebih dulu tampak kecil, bercak hijau gelap akibat akumulasi klorofil bersebelahan dengan warna kekuningan sebagai warna latar belakang pada kondisi tertentu terjadi klorosis, nekrosis juga terjadi terutama pada daun pucuk.

Level K+ dan NH4+ yang tinggi menekan penyerapan Mg sehingga dapat menyebabkan defisiensi Mg, pH rendah dan pH tinggi juga menekan penyerapan Mg disebabkan keberadaan H+, K+, Ca2+ juga berpengaruh terhadap penyerapan Mg karena pengaruh kompetisi.

Pupuk Mg antara lain : Kieserit Mg SO4.H2O biasa diaplikasikan lewat tanah 500 kg/Ha, Epson MgSO4.7H2O mudah larut, 35 kg/Ha dilarutkan dalam 400 l air lewat semprotan.

Fe ( besi )

Di dalam tanah sebagai Fe oksida : haematit.(Fe2O3), ilmenit FeTiO3, magnetit Fe3O4, batuan endapan dan siderit FeCO3. Kelarutan Fe dalam tanah sangat rendah dibanding kandungan Fe yang ada, bentuk anorganik terlarut antara lain : Fe3+, Fe(OH)2+, dan Fe2+. Dalam keadaan aerasi yang baik kontribusi Fe2+ kecil terhadap total Fe terlarut, kecuali pada pH tinggi. Kelarutan Fe sangat ditentukan oleh kelarutan hidroksida Fe(3) :

Fe3+ + 3OH Fe(OH)3

Fe(OH)3 mengendap dan sangat tergantung pH yang tinggi, aktivitas Fe3+ menurun dengan naiknya pH. Pada pH yang lebih tinggi aktivitas Fe3+ dalam larutan menurun 1000 kali lipat setiap kenaikan pH. Kelarutan Fe mencapai minimum pada pH sekitar 6,5 – 8,0.

Pada tanah asam kelarutan Fe anorganik relatif lebih tinggi daripada tanah kapur yang kelarutannya sangat rendah dan dapat menyebabkan defisiensi pada tanaman yang tumbuh di atasnya. Pada tanah tergenang terjadi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang disertai meningkatnya solubilitas Fe. Proses reduksi ini penting terutama pada tanah sawah di mana konsentrasi Fe2+ dapat agak tinggi yang sering mengakibatkan keracunan pada tanaman padi yang dikenal sebagai “bronzing” (daun berwarna kemerahan). Pada kondisi anaerob, proses reduksi yang biasa terjadi :

Fe(OH)3 + eˉ + H+ Fe2+ + 3H2O, terjadi konsumsi H+ sehingga pH naik. Reaksi ini dapat berbalik bila terjadi peningkatan aerasi, pH lalu menurun disertai oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Dengan sendirinya semakin dalam lapisan tanah dengan aerasi yang semakin kurang, maka Fe2+ akan lebih tinggi daripada di tanah lapis atas.

Diabsorbsi oleh akar tanaman sebagai Fe2+ atau Fe khelate. Fe3+ kelarutannya rendah pada pH tanah umumnya. Ketersediaannya tergantung pada kemampuan akar pada pH rendah dan reduksi Fe3+ ke Fe2+. Fe khelate dapat larut sehingga tersedia bagi akar tanaman, walau penyerapannya sangat rendah. Untuk efisiensi penggunaan Fe-khelate, pemisahan antara Fe dan molekul organiknya berlangsung di permukaan akar ketika Fe-khelate diberikan pada akar tanaman, yang biasanya dibutuhkan dalam jumlah yang kecil. Di samping itu reduksi Fe3+ penting sebelum Fe-khelate dipisahkan dan Fe2+ diabsorbsi oleh akar tanaman.

Spesies tanaman berbeda-beda kemampuannya dalam menggunakan Fe dan Fe khelate sebagai nutrien. Dikatakan tanaman efisien terhadap Fe adalah yang tahan terhadap pH rendah,medium dan meningkatkan kapasitas reduksi di permukaan akar pada kondisi stress Fe sehingga ketersediaan Fe dan absorbsi oleh akar meningkat. Misalnya bunga matahari : yang pada kondisi stress Fe terjadi perubahan fisiologi dan morfologi akar : pucuk akar menjadi lebih tebal, korteks melebar/meluas, terjadi pembelahan sel rhizodermal, perkembangan bulu akar yang intensif, terjadi perubahan sel : sel rhizodermis menjadi sangat spesifik untuk penyerapan Fe. Berbeda dengan graminae : tidak terjadi perubahan fisiologi dan morfologi, tidak mampu merespon stress Fe.

Penyerapan Fe sangat dipengaruhi oleh kation lain. Pengaruh kompetitif terhadap penyerapan Fe : Mn2+, Cu2+, Ca2+, Mg2+, K+ dan Zn2+. Efek yang serupa terhadap penyerapan Fe adalah berasal dari logam berat yang dapat menginduksi defisiensi Fe pada beberapa spesies tanaman. Cu dan Zn diketahui dapat menggantikan Fe dari kompleks khelate membentuk khelate logam berat. Hal inilah yang menyebabkan pembatasan terhadap penyerapan Fe.

Kecenderungan Fe untuk membentuk khelate dan kemampuannya untuk berubah valensi merupakan dua hal penting yang mendasari sejumlah proses fisiologis :

Fe2+ Fe3+ + e

Sudah diketahui fungsi Fe dalam enzim sebagai haeme dari beberapa enzim misal : peroksidase, katalase, sitokrom oksidase, Nitrit reduktase (NiR), Nitrat Reduktase (NR) , nitrogenase dll. Walau Fe penting dalam menyusun haeme, tetapi jumlahnya hanya 0,1 % dari total Fe di daun, sebagian besar disimpan dalam bentuk Ferifosfoprotein yang disebut fitoferitin. Keberadaan fitoferitin untuk melayani kebutuhan Fe yang digunakan bagi pengembangan plastida untuk fotosintesis. Terbukti bahwa pada kloroplas banyak mengandung Fe (± 80 %) dari total Fe di tanaman. Bentuk lain dari Fe di khloroplas ialah Feredoksin yang berpartisipasi dalam proses oksidasi-reduksi dengan memindahkan elektron. Yang serupa feredoksin, sebagai sistem redoks pada fotosintesis ialah reduksi nitrit, reduksi sulfat dan asimilasi N2.

Tanaman hijau sering berkorelasi antara ketersediaan Fe dengan kandungan klorofil. Tanaman dengan penyediaan Fe yang baik akan tinggi kandungan klorofilnya.

Tabel : Efek ketersediaan Fe terhadap kandungan klorofil dan aktivitas enzim di daun tomat ( Mengel K. dan Kirkby E. A., 1982 ).


Defisiensi Fe serupa dengan Mg dalam hal produksi klorofil, sedang dalam hal lain difisiensi Fe tidak sama dengan Mg yang selalu dimulai dari daun muda. Defisiensi Fe menunjukkan klorosis antar vena, vena yang berwarna hijau gelap yang kontras dengan hijau terang atau kuning sebagai latar belakang, daun-daun muda berwarna putih dan kerusakan total pada klorofil. Pada cerealia, terdapat garis-garis kuning selang-seling sepanjang daun

Keracunan Fe terutama terjadi pada tanah sawah yang selalu tergenang. Dalam beberapa minggu tergenang akan meningkatkan kelarutan Fe dari 0,1 ppm menjadi 50-100 ppm. Keracunan Fe pada padi dikenal sebagai “bronzing” awalnya daun mengalami bercak coklat yang berkembang merata berwarna coklat. Hal ini terjadi karena kandungan Fe melebihi 300 ppm. Keracunan Fe pada tanaman padi ini sering terjadi terutama pada tanah berat dan seringkali berkaitan dengan defisiensi K+, bila kekurangan K+ kemampuan akar mengoksidasi Fe2+ ke Fe3+ akan terganggu.

Gejala defisiensi Fe seringkali dijumpai pada tanah kapur dan hal ini diinduksi oleh terbentuknya HCO3- pada tanah kapur, ion ini berpengaruh pada penyerapan dan translokasi dalam tanaman. Gejala defisiensi disini bukan karena rendahnya ketersediaan Fe di dalam tanah, tetapi karena kekacauan perilaku fisiologis yang diinduksi oleh kelebihan HCO3- .

CaCO3 + CO2 + H2O Ca2+ + 2HCO3-

Kelebihan HCO3- di medium akar akan menyebabkan immobilisasi Fe dalam tanaman. Mengapa HCO3- mengurangi mobilitas Fe di dalam tanaman belum jelas benar, diduga penyerapan yang tinggi terhadap HCO3- oleh tanaman akan menyebabkan naiknya pH jaringan tanaman sehingga berakibat pada immobilisasi Fe.

Mn ( Mangan )

Di tanah berada dalam batuan mineral (mineral sekunder) : piroksit (MnO2), manganite MnO4(OH). Mn dan Fe sering berada bersamaan dalam bintil akar. Mn dalam tanah yang penting berada dalam bentuk Mn2+ dan Mn oksida (trivalen atau tetravalen). Umumnya kandungan Mn dalam tanah berkisar 200-3000 ppm.

Yang penting untuk nutrisi ialah Mn2+, Mn yang mudah/dapat direduksi penting bagi penyediaan nutrisi tanaman. Ketersediaan Mn juga lebih tinggi pada tanah asam dan kelarutannya juga lebih tinggi pada pH rendah. Kelarutan Mn menurun 100 kali lipat setiap kenaikan pH. Pada pH yang tinggi ketersediaan Mn tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Meningkatnya pH juga meningkatkan kompleks Mn-bahan organik yang kurang tersedia bagi tanaman, lagi pula aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi oksidasi Mn optimum pada pH 7. dari uraian ini dapat dimengerti bahwa pH yang tinggi dengan bahan organik yang tinggi akan memudahkan defisiensi Mn, demikian halnya pengapuran akan menekan ketersediaan Mn, sedang aplikasi pupuk yang secara fisiologis asam (NH4)2SO4 berpengaruh menguntungkan bagi tanaman. Kelarutan Mn2+ memberi keuntungan langsung bagi nutrisi tanaman dan kelarutan Mn2+ setimbang dengan Mn2+ yang diadsorbsi oleh mineral lempung dan bahan organik. Di sisi lain afinitas Mn2+ dengan khelate sintetis rendah dan Mn2+ mudah digantikan oleh Zn2+ dan Ca2+. Kelarutan Mn2+ dalam tanah biasanya lebih tinggi daripada Cu dan Zn, sedang pada kondisi kering, garam Mn mengalami dehidrasi yang irreversibel sehingga menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Mobilitas Mn dalam tanah sangat tinggi sehingga dengan mudah dapat mengalami pencucian.

Penyerapan Mn oleh tanaman berbeda-beda, rata-rata penyerapannya lebih rendah daripada kation divalen lainnya (Ca2+, Mg2+). Penyerapan Mn ditekan oleh adanya Mg. Demikian halnya pengapuran akan mengurangi penyerapan Mn, tidak saja oleh pengaruh Ca dalam larutan tanah, tetapi juga akibat kenaikkan pH.

Ketersediaan Fe, Cu dan Zn berpengaruh terhadap penyerapan dan translokasi Mn dalam tanaman, di sisi lain Mn juga menekan penyerapan kation lain, di mana peningkatan supply Mn mengurangi kandungan Fe (tanaman kedele), diketahui bahwa Mn relatif immobil dalam tanaman.

Peran Mn dalam proses fisiologis/biokimia tanaman diketahui bahwa Mn menyerupai Mg, yang menjembatani ATP dengan kompleks enzim (fosfokinase dan fosfotransferase. Dekarboksilase dan dehidrogenase pada siklus TCA juga diaktifkan oleh Mn, namun dalam beberapa hal Mn dapat disubstitusi oleh Mg. Mn juga terlibat dalam proses oksidasi-reduksi pada sistem transport elektron dalam fotosintesis dan Mn penting dalam fotosistem II. Mn juga terkait dengan reduksi nitrat (NO3-) di mana tanaman yang mengalami difisiensi Mn akan terjadi akumulasi nitrat.

Defisiensi Mn menunjukkan bahwa volume sel kecil, dinding selnya mendominasi dan jaringan antar epidermis menyusut. Defisiensi Mn ada yang menyerupai Mg, di mana terjadi klorosis pada antarvena daun dan perbedaannya dengan defisiensi Mg, gejala defisiensi Mn pertama nampak di daun muda, sedang defisiensi Mg, daun tua yang pertama dipengaruhi. Defisiensi Mn yang lanjut menunjukkan hanya bagian sekitar vena yang masih berwarna hijau selebihnya mengalami klorosis, sedang pada monokotil (gandum) nampak bagian bawah daun terdapat bercak dan garis-garis berwarna abu-abu. Titik kritis defisiensi Mn sekitar 15-25 ppm, namun bila jumlahnya dalam tanaman berlebihan dapat meracun yaitu bila konsentrasi Mn di daun sekitar 160 ppm dengan menunjukkan gejala bercak coklat pada daun tua dan pada bagian ini terdapat endapan Monoksida. Keracunan Mn ini juga menyebabkan berkurangnya ekspresi auksin akibat terjadinya oksidasi IAA oleh IAA oksidase. Ditunjukkan pula bahwa KPK pada jaringan yang mengalami keracunan Mn lebih rendah daripada jaringan yang normal dan aliran Ca ke titik tumbuh terhambat pada kondisi keracunan Mn.

Aplikasi Mn biasanya dalam bentuk MnSO4 atau MnEDTA yang dilakukan dengan penyemprotan daun 1-5 kg Mn/ha, sedang lewat tanah diberikan rata-rata 30 kg Mn/ha, dalam keadaan khusus dapat saja diberikan 200-300 kg Mn/ha.

Zn ( Seng )

Kandungan Zn di litosfer sekitar 80 ppm, sedang di tanah berkisar 10 – 300 ppm. Bentuk Zn dalam tanah sebagai garam yang mengandung ZnS, sfalarite (ZnFe)S, Zincite ZnO dan Smithsonite ZnCO3, garam-garam ini larut dalam air dan sebagian dari ZnS berada dalam keadaan tereduksi. Bentuk Zn yang lain : Zn-silikat ada dua : ZnSiO3 dan ZnSiO4 ..

Zn juga dijumpai diadsorbsi pada sisi yang dapat dipertukarkan pada mineral lempung dan bahan organik. Sebagai Zn2+, ZnOH+ atau ZnCl+ atau dalam bentuk yang tidak dapat diekstraksi bersama Al3+. Zn juga berinteraksi dengan bahan organik dalam bentuk kompleks organik Zn terlarut maupun tidak larut dan 60 % Zn terlarut berada pada kompleks organik Zn.

Keberadaan Zn di jaringan tanaman umumnya rendah kurang dari 100 ppm bahan kering. Belum jelas benar bagaimana Zn diserap oleh akar tanaman, secara pasif ataukah secara aktif, namun ada pendapat bahwa penyerapan Zn dikontrol secara metabolik. Pada tanaman beat dan tanaman tebu diketahui penyerapan Zn berkurang dan dihambat oleh karena temperatur rendah, juga ditunjukkan bahwa penyerapan Zn sangat dihambat oleh adanya Cu. Pengatuh kompetitif ini juga dijumpai pada tanaman padi yaitu oleh Fe dan Mn terhadap Zn. Diketahui dengan jelas bahwa pemberian P yang tinggi menginduksi defisiensi Zn di daun dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan rendahnya konsentrasi Zn di daun muda.

Fungsi Zn dalam sistem enzim seperti halnya Mn dan Mg, membentuk ikatan dan konformasi antara enzim dan substrat. Sejumlah enzim (termasuk enolase) kerjanya diaktifkan oleh Zn, Mn atau Mg, demikian halnya karbonat anhidrase :

H2O + CO2 H+ + HCO3-

Enzim ini ditempatkan di khloroplas dengan fungsi sebagai media sementara terhadap perubahan pH atau bertindak sebagai buffer, terutama konsentrasi enzim yang tinggi di stroma untuk melindungi terjadinya denaturasi protein akibat perubahan pH berkaitan dengan pompa H+ dan penggabungan CO2 ke dalam ribulosa 1,5 bifosfat.

Zn pada metal enzim sudah diketahui, misal enzim dehidrogenase (glutamic acid dehidrogenase, LDH, alkohol dehidrogenase) dan juga proteinase dan peptidase. Defisiensi Zn sangat menurunkan level RNA dan kandungan ribosom dalam sel akibatnya menghambat sintesis protein, namun senyawa nitrogen bukan protein dan DNA relatif meningkat.

Zn diperlukan juga untuk sintesis triptofan, diketahui bahwa triptofan adalah prekussor IAA, oleh karena itu pembentukan zat tumbuh ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh Zn. Hal ini terbukti pada tanaman tomat yang mengalami defisiensi Zn, kecepatan pertumbuhannya rendah, aktivitas auksinnya rendah dan kandungan triptofannya juga rendah. Defisiensi Zn juga berpengaruh terhadap sintesis pati. Percobaan pada Phaseolus vulgaris : yang satu tahan dan yang satu peka terhadap defisiensi Zn, menunjukkan bahwa kandungan pati, aktivitas enzim “Starch synthetase“, kandungan pati di biji, rendah dan lebih rendah pada tanaman yang peka.

Defisiensi Zn menunjukkan gejala klorosis pada intervena daun, area ini nampak hijau muda, kekuningan atau keputihan. Pada jagung, pita klorosis terbentuk di kedua sisi tulang daun. Tanaman pada umumnya akan mengalami kematian pada tunas pucuk, daun gugur secara prematur, hasil tanaman akan menurun secara drastis.

Keracunan Zn bila kandungan Zn di daun cukup tinggi, namun pada tanaman yang toleran dapat mencapai 600 – 7800 ppm bahan kering. Aplikasi Zn dalam bentuk ZnSO4 4 kg/ha efektif untuk waktu 3-8 tahun, dapat juga berupa Zn EDTA, ZnDTPA, tetapi harganya mahal. Pemakaian Zn yang rendah terkait dengan penyerapan Zn oleh tanaman yang umumnya juga rendah yaitu kurang dari 0,5 kg/ha/th.

Cu ( Cupper )

Lebih dari 98% larutan tanah, Cu berada dalam kompleks bahan organik Cu lebih kuat diikat oleh bahan organik daripada kation lain (Zn2+, Mn2+) dan kompleks Cu bahan organik ini berperan penting dalam pengaturan ketersediaan dan mobilitas Cu dalam tanah.

Cu diikat sangat kuat oleh bahan organik, dan bentuk yang dapat dipertukarkan tidak mudah tersedia bagi tanaman. Pertukaran kation untuk Cu2+ dan CuOH+ yang efektif ialah H+. Ketersediaan Cu menurun pada pH yang lebih tinggi, misal konsentrasi Cu dalam larutan tanah rendah pada tanah berkapur.

Akibat dari Cu yang diikat kuat pada tanah sehingga sangat immobil dalam tanah, Cu dibutuhkan oleh tanaman sangat sedikit, kandungan Cu dalam tanaman : 2-20 ppm bahan kering. Penyerapan Cu dihambat kuat oleh penyerapan Zn dan sebaliknya. Pengamatan pada akar ternyata Cu mampu menggantikan ion lain dari sisi pertukaran akar dan diikat kuat pada ruang bebas dalam akar oleh karena itu dijumpai bahwa kandungan Cu di akar sering lebih tinggi daripada organ tanaman yang lain.

Cu tidak mudah mobil (dipindahkan) dalam tanaman, meskipun dapat ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda dan perpindahan Cu ini sangat tergantung status Cu dalam tanaman. Pada kecukupan Cu perpindahan Cu mudah terjadi, tetapi pada kondisi tanaman defisien, Cu relatif immobil. Cu memiliki afinitas yang tinggi dengan atom N pada asam amino, oleh karenanya senyawa ini sering bertindak sebagai carrier Cu dalam cairan tanaman.

Konsentrasi Cu tertinggi berada di kloroplas yaitu sekitar 70% dari total Cu di daun yang terikat dalam organel. Beberapa enzim mengandung Cu yang berperan dalam proses oksidasi-reduksi misal : sitokrom oksidase, oksidase asam askorbat dan polifenol oksidase (terosinase) yang terlibat dalam pengambilan oksigen dan hidroksilasi.

Akumulasi quinon menghasilkan polimerasi yang berwarna coklat hitam dan dibentuk senyawa melanin, hal ini dapat dilihat bila mengupas kentang atau apel yang terkena udara. Enzim SOD (superokside desmutase) juga mengandung Cu dan Zn, SOD mengkatalisis reaksi O2- radikal bebas dengan H2 menghasilkan peroksida.

O2- + O2- + H2+ O2 + H2O2

Cu juga diketahui sebagai kofaktor dari enzim sintesis. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh Cu terhadap sintesis DNA dan RNA. Pada organ tanaman yang masih muda sintesis protein masih sangat aktif, level DNA yang lebih rendah dijumpai pada jaringan yang mengalami defisiensi Cu. Cu juga diperlukan penambatan N2 oleh proses simbiosis dalam tanaman, pada nutrisi Cu yang rendah pembentukan nodulasi juga rendah.

Defisiensi Cu menunjukkan gejala pertumbuhan yang lambat, daun pucuk keputihan, daun sempit dan menggulung, pertumbuhan internoda juga terhambat. Sebaliknya kelebihan Cu dapat menyebabkan keracunan dan nampak adanya klorosis pada daun.

Aplikasi Cu dalam bentuk CuSO4, Cu oksida, Cu khelate (CuEDTA & CuDTPA) Cu diberikan lewat tanah dan sangat jarang diberikan lewat penyemprotan.

Mo ( Molibdenum )

Kandungan total Mo dalam tanah pertanian berkisar 0,6-3,5 ppm dengan rata-rata kandungan 2,0 ppm, yang tersedia bagi tanaman 0,2 ppm dan kandungan tersebut bervariasi tergantung dari bahan induknya, misal :

Tanah podsolik coklat-abu-abu 0,1 – 0,5 ppm

Tanah peat 0,1 – 0,5 ppm

Tanah podsolik 0,09 – 0,36 ppm

Mo dalam tanah sebagian besar berada dalam oksicompleks (MoO42-), Mo diadsorpsi oleh sesquioksida dan mineral lempung, adsorpsi oleh mineral tanah ini masih dapat dipertukarkan dan ikatan yang kuat terjadi pada Mo-anion. Kekuatan adsorpsi Mo menurun dengan meningkatnya pH dan adsorbsi maksimum berlangsung pada pH 4.

Mo diabsorpsi tanaman sebagai molibdat. Penyerapannya dapat berkurang karena pengaruh kompetitif dari SO42-. Di samping itu ion fosfat meningkatkan penyerapan Mo dan pengangkutan ke pucuk tanaman. Dalam bentuk apa Mo ditranslokasikan belum diketahui dengan jelas, diduga di xylem dalam bentuk MoO42-, kompleks asam amino-MoS atau sebagai kompleks Molibdat dengan gula atau senyawa polihidroksi.

Kandungan Mo di dalam tanaman umumnya rendah, lebih rendah dari 1 ppm bahan kering, dan Mo dapat diserap dalam jumlah yang lebih besar dibanding mikronutrien yang lain tanpa efek keracunan, misal pada kapas yang diperlakukan dengan Mo dapat mengakumulasi Mo di daun sampai 1500 ppm, walau kebutuhan fisiologis tanaman pada umumnya rendah kurang dari 1 ppm bahan kering.

Mo merupakan komponen esensial bagi enzim nitrogenase dan NR, ketersediaan Mo menstimulasi penyerapan N, dan Mo diakumulasi pada bintil akar pada sisi pengikatan N2.

Nitrat reduktase yang mereduksi nitrat menjadi nitrit, aktivitasnya meningkat dengan meningkatnya penyediaan Mo. Penyerapan Mo per unit bahan kering lebih besar bila tanaman tersebut dipupuk nitrat daripada ammonium, sedang bila tanaman dipupuk ammonium maka tanaman tidak memerlukan Mo. Tanaman yang diperlakukan dengan NH4 akan memerlukan Mo setelah mengalami nitrifikasi dan Mo dibutuhkan untuk mereduksi nitrat.

Defisiensi Mo sering muncul pada daun tua dan daun tengah, berwarna kuning-hijau kekuningan, tepi daun menggulung. Daun juga kecil dan terdapat banyak nekrosis. Klorosis juga sering terjadi pada antarvena daun, defisiensi yang parah menyebabkan tidak terbentuknya lamena daun dan hanya tulang-tulang daun yang nampak dominan. Defisiensi Mo terutama terjadi pada tanah asam, walaupun dapat diatasi dengan pengapuran, misal pada tanah peat, dengan adanya asam humat akan terjadi reduksi MoO42- menjadi Mo5+ dan kation ini yang kemudian difiksasi.

Aplikasinya biasanya dalam bentuk : Na-molibdat, NH4 molibdat, molibdenum trioksid yang dapat larut, molibdenis superfosfat. Perlakuan pada tanaman biasanya 1% larutan molibdat atau dengan diberi NH4 molibdat 100 gr/ha, dalam bentuk pupuk daun pada sayuran 0,5 % NH4 molibdat.

B ( Boron )

Kandungan total dalam tanah berkisar 20 – 200 ppm, umumnya tidak tersedia bagi tanaman, dalam air panas dapat tersedia berkisar 0,4-5 ppm. Dalam tanah berada dalam berbagai mineral : tourmalin (3-4 % B). B larut dalam tanah terutama berada dalam bentuk asam borak B(OH)3. pada kondisi pH tanah, asam ini B(OH)3 tidak mengalami disosiasi, berbeda dengan nutrien essensial yang lain. B berada dalam bentuk non ion dalam larutan tanah, inilah yang mungkin jadi alasan utama mengapa B dapat dengan mudah mengalami pencucian dari tanah.

B diserap oleh tanaman dalam bentuk asam borak tidak terdisosiasi, meskipun prosesnya belum diketahui dengan jelas, dan masih terjadi kontroversi antara pasif dan aktif proses. B relatif immobil dalam tanaman dan seringkali kandungan B naik dari bagian bawah ke bagian atas tanaman dan transpirasi sangat menentukan. Transport B ke bagian atas tanaman utamanya ditranslokasikan di xylem, dan dapat diakumulasikan di pucuk dan pinggiran daun. Akumulasi ini dapat berdampak pada keracunan, namun beberapa tanaman dapat menghindarkan dengan cara ekskresi lewat gutasi. Pergerakan B yang sejalan dengan aliran transpirasi dapat untuk menerangkan mengapa defisiensi B selalu dimulai dari titik tumbuh.

Defisiensi B dapat mengganggu perkembangan jaringan meristem (pucuk akar, pucuk tunas) atau jaringan kambium. Penyediaan B diperlukan untuk memelihara aktivitas meristem. B diperlukan untuk sintesis basa nitrogen, seperti urasil. Penambahan urasil dan asam orotat, senyawa antara pada biosintesis urasil diketahui mengurangi gejala defisiensi B. Ditemukan bahwa B terlibat dalam biosintesis urasil. Urasil merupakan komponen penting dalam RNA dan bila RNA tidak ada, maka perakitan ribosom tidak dapat dibentuk, kemudian berpengaruh pada sintesis protein. Sintesis RNA, pembentukan ribosom, dan sintesis protein merupakan proses penting dalam jaringan meristem, sehingga bila ada gangguan karena kurangnya B di dalam proses ini akan mengganggu pertumbuhan meristem. Juga diketahui penggabungan fosfat ke dalam asam nukleat juga dipengaruhi oleh defisiensi B.

Urasil juga merupakan prekusor UDPG (Uridin Diphospat Glukosa), koenzim untuk pembentukan sukrosa dan pati. Sukrosa adalah bentuk gula yang akan ditransportasikan, bila sintesisnya terhambat akan berpengaruh juga pada translokasinya.

Defisiensi B mengakibatkan pembentukan asimilat di daun hanya sedikit yang ditranslokasikan ke bagian lain. Defisiensi B juga meningkatkan produksi kalosa, plug kalosa ini akan menyumbat lubang-lubang tapisan yang dapat menghambat transport lewat floem.

Pengaruh defisiensi B dapat dicegah dengan penambahan basa timin, guanin dan sitosin dan diketahui bahwa B berperan penting dalam pemanfaatan dan metabolisme RNA.

Defisiensi B menandakan abnormal, terhambatnya pertumbuhan titik tumbuh, daun muda bentuknya tidak serasi, keriput dan lebih tebal, berwarna hijau-biru gelap, klorosis yang tidak teratur antara tulang-tulang daun. Daun dan batang/cabang menjadi rapuh dan menimbulkan gangguan transpirasi. Defisiensi lanjut menyebabkan matinya titik tumbuh, pembentukan bunga dan buah terhambat. Defisiensi B juga berpengaruh terhadap perkembangan akar, akar menjadi lebih tebal dan pucuknya mengalami nekrotik.

Aplikasinya sebagai : Boraks Na2B4O7.10H2O

Asam boraks H3BO3

Boron frits N2B4.XH2O

Keracunan B bila tanaman menyerap dalam jumlah yang banyak, misal pada rumput berkisar 270-570 ppm., namun pada tanaman pertanian dapat mengalami keracunan bila B terlarut pada air panas levelnya di dalam tanah lebih dari 5 ppm, sedang di tanah kurang dari 1 ppm cukup aman untuk pertumbuhan optimal tanaman.

Cl ( Chlorida )

Chlorida dalam tanah tidak diadsorbsi oleh mineral, bersifat mobil dan mudah mengalami pencucian. Tanaman cepat menyerap Cl-, percepatan penyerapannya tergantung pada konsentrasi nutrien dalam tanah atau larutan tanah. Penyerapan Cl- dapat melawan perbedaan konsentrasi. Pergerakan/aliran Cl- ke dalam jaringan melewati plasmalemma yang permeabel terhadap Cl- dan hal ini berbeda dengan tonoplas ternyata dapat bertindak sebagai barrier terhadap pergerakan Cl-, oleh karenanya transport melewati korteks menuju silinder pusat secara simplas dan dapat terjadi akumulasi Cl- di dalam sitoplasma manakala penyerapannya tinggi. Cl tidak hanya diserap melewati akar tetapi juga dapat oleh bagian tanaman di atas tanah sebagai chlorida atau gas clorine. Jumlah Cl di atmosfer sangat dipengaruhi oleh jauhnya dari pantai/laut. Kandungan Cl pada tanaman umumnya cukup tinggi bila dibanding elemen lain yaitu 2-20 mg Cl/gr bahan kering., namun fungsinya belum jelas benar. Pada kultur in vitro menunjukkan bahwa Cl- diperlukan untuk menghasilkan O2 pada fotosistem II.

Defisiensi Cl- sangat jarang dijumpai, sebaliknya kelebihan Cl akan menunjukkan gejala : terbakar pucuk daun dan pinggiran daun, “bronzing“, kuning prematur dan absisi daun.

Si ( Silikon )

Jumlahnya berlebihan di litosfer terdapat pada hampir semua mineral, sehingga aseptibilitas tanaman sangat ditentukan oleh kecepatan pelapukannya. Bentuk terlarutnya : Si(OH)4, dalam tanaman berada dalam bentuk silica amorf terhidrasi SiO2nH2O atau polimer asam silicat, kandungannya dalam tanaman sangat tergantung pada spesies tanaman, misal tomat, kobis, lobak rendah sedang padi, gandum, alang-alang tinggi. Pada sel epidermis daun padi nampak lapisan silika bergabung dengan selulose melapisi bagian bawah sel kutikula. Keberadaan lapisan silika ini penting untuk mencegah kehilangan air dan mencegah infeksi jamur.

Co ( Cobalt )

Konsentrasi dalam tanaman normalnya antara 0,02-0,5 ppm. Sedang kandungan dalam tanah lebih tinggi : 1-40 ppm. Dalam tanah antara lain dalam bentuk kristal lattise dari mineral ferromagnesian. Setelah mengalami pelapukan akan dibebaskan Co2+ yang terikat dan dapat dipertukarkan atau dalam bentuk lain komplek mineral organik, konsentrasinya di dalam tanah amat rendah.

Co diserap akar tanaman mengikuti aliran transpirasi yang kemudian ditranslokasikan pada daun memperkaya bagian pucuk daun dan pinggiran daun. Sebagaimana elemen mikro yang lain, Co mampu membentuk senyawa khelate. Diketahui bahwa kelebihan nutrisi Co akan menginduksi defisiensi Fe, di samping itu juga kelebihan Co dapat menyebabkan keracunan yang menyerupai defisiensi Mn. Pengaruh toksisitas Co akan menyebabkan klorosis dan nekrosis pada daun.

Co juga merupakan komponen penting vitamin B12 dan Co juga berpengaruh terhadap pembentukan bintil akar tanaman legum dan sekaligus juga terhadap penambatan N2 udara. Pada bakteri bintil akar Co juga penting dalam transformasi molekul propionate ke coenzim suksinil :

Propionat Propionil CoA Metil Malonil CoA Suksinil CoA, penting juga dalam aktifitas enzim : metil-malonil CoA mutase yang mengkatalisis perubahan metil malonil CoA Suksinil CoA. Defisiensi Co dapat menghambat pembentukan leghaemoglobin dan juga penambatan N2.

Al ( Aluminium )

Lebih dari 15 % kerak bumi tersusun atas Al2O3 sehingga Al juga merupakan komponen penting dari tanah. Solubilitas Al dalam larutan tanah rendah pada pH netral dan alkali. Al merupakan elemen toksis bagi tanaman, oleh karena itu rendahnya kelarutan Al dalam tanah berdampak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Pada tanaman tinggi kandungannya sekitar 200 ppm Al bahan kering, pada tanaman teh dapat lebih tinggi mencapai 2000-5000 ppm dan ini penting untuk pertumbuhan normal teh. Pada pH asam lebih rendah dari 5,5 solubilitas Al meningkat tajam dan lebih dari separuh sisi pertukaran kation ditempati oleh Al, dalam kondisi seperti ini Al akan dapat meracuni tanaman.

Pengaruh Al terhadap tanaman yaitu terhambatnya pertumbuhan akar, pucuk akar dan akar lateral menjadi tebal dan berwarna coklat. Al juga berpengaruh terhadap penyerapan fosfat dan translokasi fosfat ke bagian atas tanaman. Keracunan Al pada pucuk menunjukkan gejala yang menyerupai defisiensi P, daun berwarna hijau gelap, tanaman kerdil, cabang/batang berwarna ungu. Di dalam sel tanaman Al bercampur dengan fosfat pada asam nukleat yang berakibat menghambat pembelahan sel.

Keracunan Al seringkali disertai dengan Fe dan Mn yang tinggi dan Ca dan Mg yang rendah, hal ini sejalan dengan kondisi asam, ketersediaan Fe dan Mn tinggi dan Ca dan Mg yang rendah karena proses pencucian. Untuk mengatasi pengaruh Al pada tanah asam ini biasanya dilakukan dengan cara pengapuran.











DOWNLOAD ARTIKEL DI ATAS 
PDF  or DOC
                                  




Catatan :
Beritahu kami lewat email atau buku tamu kami jika anda mengalami masalah dalam mengunduh File PDF atau Document di atas atau ada link download yang rusak agar kami dapat memberikan solusi dan memperbaiki jika ada link yang rusak atau expired. Terimakasih .....

Email : Biopedia@yahoo.com or Dhika.ubt@gmail.com





0 comments:

Post a Comment

saran dan kritik rekan-rekan sekalian merupakan motifasi bagi kami untuk lebih baik dalam penyediaan referensi, maka dari itu di harapkan tinggalkan komentar anda untuk blog ini, Trimakasih.
ADMIN