Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total semua
penggunaan sumberdaya biotik dan abiotik oleh organisme di
lingkungannya. Salah satu cara unuk menangkap konsep itu adalah melalui
analogi yang dibuat oleh ahli ekologi Eugene Odum :
Jika habitat suatu organisme adalah alamatnya, relung adalah
pekerjaannya. Dengan kata lain, relung suatu organisme adalah peranan
ekologisnya bagaimana ia “cocok dengan” suatu ekosistem. Relung suatu
populasi kadal pohon tropis, misalnya terdiri dari banyak variabel,
antara lain kisaran suhu yang dapat ia tolerir, ukuran pohon dimana ia
bertengger, waktu siang hari ketika ia aktif, serta ukuran dan jenis
serangga yang ia makan.
Istilah relung fundamental (fundamental niche) mengacu pada kumpulan
sumberdaya yang secara teoristis mampu digunakan oleh suatu populasi
dibawah keadaan ideal. Pada kenyataannya, masing-masing populasi
terlibat dalam jaring-jaring interaksi dengan populasi spesies lain, dan
pembatas biologis, seperti kompetisi, predasi, atau ketidakhadiran
beberapa sumberdaya yang dapat digunakan, bisa memaksa populasi tersebut
untuk hanya menggunakan sebagian relung fundamentalnya. Sumberdaya yang
sesungguhnya digunakan oleh suatu populasi secara kolektif disebut
relung realisasi (realized niche)–nya.
Sekarang kita dapat menyatakan kembali prinsip eksklusi kompetitif
untuk menyatakan bahwa dua spesies tidak dapat hidup bersama-sama dalam
suatu komunitas jika relungnya identik. Akan tetapi, spesies yang secara
ekologis serupa, dapat hidup bersama-sama dalam suatu komunitas, jika
terdapat satu atau lebih perbedaan yang berarti dalam relung mereka.
Bila dua spesies bergantung pada sumber tertentu dalam lingkungannya,
maka mereka saling bersaing untuk mendapatkan sumber tersebut. Yang
paling sering terjadi, sumber yang diperebutkan tersebut adalah makanan,
tetapi dapat pula hal-hal seperti tempat berlindung, tempat bersarang,
sumber air, dan tempat yang disinari matahari (untuk tumbuhan). Semua
persyaratan ekologis suatu spesies merupakan relung ekologis spesies
tersebut.
Habitat dan relung. Tempat hidup seekor hewan disebut habitatnya,
sejumlah habitat umum , antara lain: tanah berlumpur, bendungan, kuala,
gurun, dan sebagainya. Dalam golongan-golongan besar ini terdapat
pembagian-pembagian lagi. Jadi beberapa hewan di daerah tepi danau
meliang di dalam lumpur sedangkan yang lain hidup di antara tumbuhan
ini. Subdivisi habitat demikian itu disebut mikrohabitat.
Relung ekologis suatu organisme harus tersedia di dalam habitatnya.
Akan tetapi, konsep relung menyangkut pertimbangan yang tidak hanya
sekedar tempat tinggal organisme. Kedudukan yang ditempati oleh suatu
spesies di dalam jaring-jaring makanan merupakan faktor utama dalam
menentukan relung ekologisnya. Tetapi faktor lain juga ikut terlibat.
Sebagai contoh kisaran suhu, kelembaban, salinitas dan sebagainya, yang
dapat diterima oleh setiap dua spesies dalam suatu habitat untuk ikut
menentukan relung ekologisnya. Dengan mengetahui alamat (habitat)
seseorang, maka kita tahu ke mana kita cari orang tersebut, tetapi jika
kita mengetahui pekerjaan, hobi, dan cara-cara bagaimana orang itu
bergaul dengan orang lain dalam masyarakat, kita akan mengetahui lebih
banyak lagi mengenai orang tersebut. Demikian pula, relung ekologis
seekor hewan meliputi semua aspek dari kedudukan yang ditempati oleh
hewan tersebut di dalam ekosistem tempat ia hidup.
Tiap faktor yang merupakan bagian dari relung suatu spesies[1]
biasanya berkisar sekitar suatu kisaran nilai. Jadi tiap organisme dapat
menahan suatu kisaran tertentu dari suhu, kelembaban, PH (misalnya
tumbuhan atau organisme air) salinitas (misalnya hewan-hewan di kuala),
dan sebagainya. Pada umumnya organisme dengan kisaran toleransi yang
luas lebih tersebar dibandingkan organisme dengan kisaran yang sempit.
Apakah suatu populasi benar-benar hidup dalam seluruh kisaran
toleransinya juga bergantung pada jumlah persaingan antarspesies yang
harus dihadapi. Sering terjadi bahwa persaingan antarspesies memaksa
suatu spesies untuk hidup lebih dekat dengan batas toleransinya dari
yang biasa yang dilakukannya. Jika gulma itu tumbuh sendiri-sendiri,
masing-masing tumbuh paling baik di tanah dengan PH antara 5 dan 7. Jika
ditanam bersama, persaingan yang hebat antara kedua tumbuhan
menyebabkan kedua spesies itu tidak ada yang tumbuh subur di kisaran
ini. Tetapi pada PH 4, lobak liar (Raphanus raphanistrum) tumbuh dengan
merugikan mustard liar (Sinapsis arvensis), pada PH 8 keadaan terbalik.
Kisaran toleransi organisme biasanya tidak tetap seluruh hidupnya.
Sebagai contoh, tanaman yang tumbuh dengan baik sering dapat berhasil
dipindahkan dan tumbuh dengan memuaskan di tempat benihnya tidak dapat
tumbuh atau kecambahnya tidak dapat bertunas. Banyak dari aspek
toleransi ini yang telah di analisis pada permulaan abad ini oleh
V.E.Shelford, ahli ekologi yang mempelajari jaring-jaring makanan
kompleks.
Relung ekologis beberapa organisme itu relatif luas. Burung elang
dapat mengubah dietnya sesuai dengan banyaknya beberapa jenis hewan yang
dapat dijadikan mangsanya. Sebaliknya relung kumbang buah kapas terlalu
sempit makan tanaman kapas. Jika tidak ada tanaman kapas, maka tidak
terdapat pula kumbang kapas. Adanya beberapa relung yang sama diberbagai
tempat di dunia membantu menjelaskan fenomena evolusi konvergen. Kuskus
terbang dan wombat di Australia menghuni suatu relung yang di Amerika
Utara dihuni oleh bajing terbang dan sejenis marmot (woodchuck).
Sementara relung-relung banyak spesies hewan di suatu komunitas tumpang
tindih, mungkin saja tidak akan ada dua spesies yang menempati relung
yang benar-benar sama di tempat yang sama pula. jika ini terjadi, maka
dapat diduga bahwa satu spesies akan lebih efisien dalam memanfaatkan
relung tersebut dari spesies yang lain dan akhirnya akan menggantikan
spesies yang kurang efisien tadi.
Azas penyisihan bersaing ini tidak selamanya berlaku. Sebagai contoh,
dua spesies insekta menghuni relung yang sama tetapi faktor lain
(cuaca, parisitisme, pemangsaan) dapat begitu buruk, sehingga kedua
populasi tersebut tidak ada yang dapat menjadi besar untuk mengurangi
persediaan makanan. Akan tetapi, pada umumnya, penelitian yang seksama
mengenai kebiasaan makan dua spesies yang menempati relung yang sama
mengungkapkan adanya perbedaan-perbedaan. Sementara dari tiga burung
finch Darwins, Geospiza magnirotris, G. Fortis dan G. Fuliginosa makan
makanan yang sama dalam jumlah tertentu, masing-masing juga biji-bijian
dengan ukuran yang bisanya tidak dimakan oleh yang lain.
Kapasitas lingkungan yang terbatas untuk menyediakan energi memberi
batasan yang absolut terhadap ukuran populasi. Akan tetapi, batasan ini
dalam keadaan alamiah tidak pernah dapat dicapai. Tiap sumber makanan
dimanfaatkan oleh lebih dari satu spesies. Belalang, kelinci, dan sapi,
semuanya bersaing untuk mendapatkan rumput yang ada. Dengan kata lain,
kehadiran kelinci mengurangi daya dukung lingkungan, yaitu kelinci,
untuk sapi, belalang. Kedua hewan ini pada gilirannya, untuk kelinci dan
untuk diri masing-masing. Jadi populasi mereka terkendali oleh
persaingan di antara mereka. Dalam keadaan demikian, kita dapat
menghargai bahwa tiap sifat yang diturunkan yang mengurangi kekerasan
persaingan antarspesies akan melalui seleksi alamiah, cenderung untuk
menetap di dalam populasi. Yang biasanya dihasilkan adalah evolusi
adaptasi yang meningkatkan efisiensi makan pada spesies itu. Persaingan
yang sengit antara dua dari burung finch Darwin, Camarhynchus pauper dan
C. Psittacula demi biji dengan ukuran tertentu untuk dimakan, berakibat
evolusi bersifat mengarah yang kuat. Hasilnya adalah pergantian ciri
dan dengan demikian pengurangan dalam derajat ketumpang tindihan kedua
relung mereka sehingga kedua spesies itu sekarang dapat hidup
berdampingan.
Akan tetapi, peningkatan efisiensi makan disertai dengan peningkatan
spesialisasi dan hasilnya adalah hewan relung tiap spesies menjadi
semakin sempit. Kumbang buah kapas dan ngengat dengan belalai panjangnya
25 cm, masing-masing merupakan contoh dari spesialisasi makan yang
ekstrim. Relung mereka sempit, tetapi mereka dapat memanfaatkan lebih
efisien dari saingannya.
Tumbuhan juga selalu bersaing dengan tumbuhan lain untuk sinar
matahari, tanah, air, dan mineral. Untuk mendapatkannya, terdapat banyak
adaptasi khusus yang dipakai oleh tumbuhan untuk mengurangi persaingan
antarspesies. Spesies dengan sistem akar dangkal mampu berdampingan
dengan speies berakar dalam karena masing-masing menyerap di kedalaman
yang berlainan. Benih dari spesies yang tahan naungan dapat gagal untuk
berkecambah di tempat yang terang karena di situ mereka akan kalah
bersaing, dan demikian pula benih spesies yang tak tahan naungan tidak
akan berkembang dengan baik di tempat yang banyak naungannya. Di gurun
pasir, daun semak rapuh (brettlebush) yang gugur meninggalkan racun di
tanah yang menyebabkan tumbuhan lain menjauh. Evolusi epifitisme,
tumbuhan liana, dan (pada banyak tumbuhan perdu) pertumbuhan sebelum
pohon-pohon hutan berdaun penuh, merupakan adaptasi agar dapat bersaing
secara lebih efektif untuk sinar matahari.
[1]Organisme yang dapt melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan fertile, yaitu keturunan yang mampu berkembang biak.
[1]Organisme yang dapt melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan fertile, yaitu keturunan yang mampu berkembang biak.
No comments:
Post a Comment
saran dan kritik rekan-rekan sekalian merupakan motifasi bagi kami untuk lebih baik dalam penyediaan referensi, maka dari itu di harapkan tinggalkan komentar anda untuk blog ini, Trimakasih.
ADMIN