Asam
sering dikenali sebagai zat berbahaya dan korosif. Hal ini benar untuk
beberapa jenis asam yang digunakan di laboratorium, seperti asam sulfat
dan asam klorida. Tetapi asam yang tidak berbahaya juga banyak ditemui
dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya pada cuka dan buah – buahan.
Seperti halnya asam, basa juga sering digunakan dalam kehidupan sehari –
hari. Misalnya dalam pasta gigi, deterjen, atau cairan pembersih.
Secara umum, asam dapat dikenali dari bau dan rasanya yang tajam / asam.
Sedangkan basa bersifat licin dan rasanya pahit. Bila diteteskan pada
kertas litmus, asam akan memberikan warna merah dan basa akan memberikan
warna biru.
4.1. Teori – teori Asam Basa
4.1.1. Teori Arrhenius
Menurut Arrhenius (1884), asam adalah zat yang melepaskan ion H+ atau H3O+ dalam air. Sedangkan basa adalah senyawa yang melepas ion OH- dalam air.
HA + aq à H+(aq) + A-(aq)
BOH + aq à B+(aq) + OH-(aq)
Di dalam air, ion H+ tidak berdiri sendiri, melainkan membentuk ion dengan H2O.
H+ + H2O à H3O+ (ion hidronium)
Berdasarkan jumlah ion H+ yang dapat dilepaskan, asam dapat terbagi menjadi
1. Asam monoprotik à melepaskan 1 ion H+
Contoh : asam klorida (HCl)
HCl à H+(aq) + Cl-(aq)
2. Asam diprotik à melepaskan 2 ion H+
Contoh : asam sulfat (H2SO4)
H2SO4 à H+(aq) + HSO4-(aq)
HSO4- à H+(aq) + SO42-(aq)
3. Asam triprotik à melepaskan 3 ion H+
Contoh : asam fosfat (H3PO4)
H3PO4 à H+(aq) + H2PO4-(aq)
H2PO4- à H+(aq) + HPO42-(aq)
HPO42- à H+(aq) + PO43-(aq)
Bila
asam dan basa direaksikan, maka produk yang akan terbentuk adalah
senyawa netral (yang disebut garam) dan air. Reaksi ini disebut sebagai
reaksi pembentukan garam atau reaksi penetralan, yang akan mengurangi
ion H+ dan OH- serta menghilangkan sifat asam dan
basa dalam larutan secara bersamaan. Jika asam yang bereaksi dengan basa
adalah asam poliprotik, maka akan dihasilkan lebih dari satu jenis
garam. Misalnya pada rekasi antara NaOH dengan H2SO4.
NaOH + H2SO4 à NaHSO4 + H2O
NaHSO4 + NaOH à Na2SO4 + H2O
Senyawa NaHSO4
disebut sebagai garam asam, yaitu garam yang tebentuk dari penetralan
parsial asam poliprotik. Garam asam bersifat asam, sehingga dapat
bereaksi dengan basa membentuk produk garam lain yang netral dan air.
4.1.2. Teori Brönsted – Lowry
`Teori Arrhenius ternyata hanya berlaku pada larutan dalam air. Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena pada reaksi tanpa
pelarut atau dengan pelarut bukan air. Pada tahun 1923, Brönsted –
Lowry mengungkapkan bahwa sifat asam – basa ditentukan oleh kemempuan
senyawa untuk melepas / menerima proton (H+). Menurut Brönsted – Lowry, asam adalah senyawa yang memberi proton (H+) kepada senyawa lain.
Contoh : HCl + H2O à H3O+ + Cl-
Sedangkan basa adalah senyawa yang menerima proton (H+) dari senyawa lain.
Contoh : NH3 + H2O à NH4+ + OH-
Dalam larutan, asam / basa lemah akan membentuk kesetimbangan dengan pelarutnya. Misalnya HF dalam pelarut air dan NH3 dalam air.
Pasangan a1 – b2 dan a2 – b1 merupakan pasangan asam – basa konjugasi.
Ø Asam konjugasi : asam yang terbentuk dari basa yang menerima proton
Ø Basa konjugasi : basa yang terbentuk dari asam yang melepas proton
Teori Brönsted – Lowry memperkenalkan adanya zat yang dapat bersifat asam maupun basa, yang disebut sebagai zat amfoter. Contohnya adalah air. Di dalam larutan basa, air akan bersifat asam dan mengeluarkan ion positif (H3O+). Sedangkan dalam larutan asam, air akan bersifat basa dan mengeluarkan ion negatif (OH-).
4.1.3. Teori Lewis
Lewis mengelompokkan senaywa sebagai asam dan basa menurut kemampuannya melepaskan / menerima elektron. Menurut Lewis,
Ø Asam : - senyawa yang menerima pasangan elektron
- senyawa dengan elektron valensi < 8
Ø Basa : - senyawa yang mendonorkan pasangan elektron
- mempunyai pasangan elektron bebas
Contoh : Reaksi antara NH3 dan BF3
H3N : + BF3 à H3NàBF3
Nitrogen
mendonorkan pasangan elektron bebas kepada boron. Pasangan elektron
bebas yang didonorkan ditandai dengan tanda panah antara atom nitrogen
dan boron.
Kelebihan teori Lewis ini adalah dapat menjelaskan reaksi penetralan yang dilakukan tanpa air. Misalnya pada reaksi antara Na2O dan SO3. Menurut Arrhenius, reaksi penetralan ini harus dilakukan dalam air.
Na2O + H2O à 2 NaOH
SO3 + H2O à H2SO4
2 NaOH + H2SO4 à 2 H2O + Na2SO4
Teori Lewis memberikan penjelasan lain untuk menjelaskan reaksi ini.
Na2O(s) + SO3(g) à Na2SO4(s)
2 Na+ + O2- à 2 Na+ + [ OàSO3 ]2-
4.2. Konsep pH
Air memiliki sedikit sifat elektrolit. Bila terurai, air akan membentuk ion H+ dan OH-. Kehadiran asam atau basa dalam air akan mengubah konsentrasi ion – ion tersebut. Untuk suatu larutan dalam air, didefinisikan pH dan pOH larutan untuk menunjukkan tingkat keasaman.
4.2.1 Derajat keasaman (pH) Asam / Basa Kuat
Penentuan pH asam / basa kuat dihitung dengan persamaan
pH = - log [H+]
pOH = - log [OH-]
Dalam satu liter air murni, terdapat ion H+ dan OH- dengan konsentrasi masing – masing 10-7 M. Sehingga, pH air murni adalah
pH = - log [10-7]
pH = 7
Hasil kali ion [H+] dan [OH-] dalam air selalu konstan, dan disebut tetapan air (Kw).
Kw = [H+] [OH-] = 10-14
pH + pOH = 14
4.2.2 Derajat keasaman (pH) Asam / Basa Lemah
Asam dan basa lemah hanya terurai sebagian dalam air.
Bila asam lemah terurai dalam air :
HA + H2O = H3O+ + A-
Tetapan kesetimbangan untuk asam lemah (Ka) dinyatakan sebagai :
Nilai pH asam lemah dinyatakan sebagai:
pH = - log [H+]
M adalah nilai konsentrasi larutan yang akan ditentukan derajat keasamannya.
Basa lemah terurai dalam air dengan reaksi
NH3 + H2O = NH4+ + OH-
Tetapan kesetimbangan untuk asam lemah (Ka) dinyatakan sebagai :
Nilai pOH basa lemah dinyatakan sebagai :
pOH = - log [OH-]
4.3. Larutan Penyangga (Buffer)
Bila
suatu larutan mengandung asam dan basa lemah, larutan tersebut dapat
menyerap penambahan sedikit asam / basa kuat. Penambahan asam kuat akan
dinetralkan oleh basa lemah, sedangkan penambahan basa kuat akan
dinetralkan oleh asam lemah. Larutan seperti ini disebut sebagai larutan
penyangga atau larutan buffer. Pada umumnya, larutan penyangga
merupakan pasangan asam – basa konjugasi yang dibuat dari asam / basa
lemah dan garamnya. Contohnya asam asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa). Ion asetat (CH3COO-) merupakan basa konjugat dari asam asetat. Untuk larutan penyangga, nilai pH dan pOH dinyatakan sebagai
4.4. Hasil Kali Kelarutan
Pada
umumnya, sebagian besar garam, yang terbentuk dari reaksi penetralan
asam – basa, larut dalam air. Dalam larutan jenuh, berlaku asumsi adanya
kestimbangan antara garam yang tidak terlarut dengan ion – ion garam
yang terlarut.
Contoh :
Besaran Ksp disebut sebagai konstanta hasil kali kelarutan, yang nilainya tertentu untuk tiap jenis garam. Karena nilai Ksp diketahui, maka kelarutan Ag+ dan Cl- dalam air murni dapat dihitung.
Ksp = [Ag+] [Cl-]
1,7.10-10 = x.x
x = √1,7.10-10 = 1,3.10-5 M
Jika
garam dilarutkan dalam pelarut yang mengandung salah satu ion pembentuk
garam tersebut, maka kelarutannya akan lebih kecil. Hal ini disebut
sebagai pengaruh ion sejenis.
Contoh : AgCl yang dilarutkan dalam larutan NaCl 0,01M.
Diketahui : Ksp = 1,7.10-10
|
[Ag+]
|
[Cl-]
|
m
|
-
|
0,01
|
b
|
x
|
x
|
s
|
x
|
0,01 – x ≈ 0,01
|
Ksp = [Ag+] [Cl-]
1,7.10-10 = x . 0,01
x = 1,7.10-8
4.5. Hidrolisa
Bila garam bereaksi dengan air, maka akan terurai dan melepaskan asam atau basa bebas.
BA + H2O = BOH + HA
Proses
ini disebut sebagai hidrolisa. Salah satu produk reaksi ini (HA atau
BOH) akan terurai kembali bila asam atau basa tersebut merupakan
elektrolit kuat. Tetapan kesetimbangan reaksi hidrolisa (Kh) dinyatakan sebagai
Kh = Kw ( bila garam terbentuk dari basa kuat dan asam lemah )
Ka
atau Kh = Kw ( bila garam terbentuk dari asam kuat dan basa lemah )
Kb
Perbandingan antara bagian yang terhidrolisa dengan kadar garam semula disebut derajat hidrolisa (g).
0 comments:
Post a Comment
saran dan kritik rekan-rekan sekalian merupakan motifasi bagi kami untuk lebih baik dalam penyediaan referensi, maka dari itu di harapkan tinggalkan komentar anda untuk blog ini, Trimakasih.
ADMIN