Blogger Pages

Tuesday, May 31, 2011

Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang menjapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).

Potensi sumberdaya alam kelautan ini tersebar di seluruh Indonesia dengan beragam nilai dan fungsi, antara lain nilai rekreasi (wisata bahari), nilai produksi (sumber bahan pangan dan ornamental) dan nilai konservasi (sebagai pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan di daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman abrasi) (Fossa dan Nilsen, 1996). Ditinjau dari aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat pesisir di sekitarnya (Suharsono, 1998).

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

1. Pengertian Trumbu Karang

Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau karang lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu karang, koral adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya,karang merupakan komponen yang terpenting dari ekosistem tersebut. Jadi Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. (Guilcher, 1988).

2. Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Jenisnya

Ada dua jenis terumbu karang yaitu :

1. Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
2. Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.

Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya

Terumbu karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :

a. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

b. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

c. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.

d. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)

Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.

3. Beberapa Spesies Terumbu Karang di Indonesia dan Klasifikasinya

a. Acropora cervicornis

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora cervicornis



Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial
koralit dapat dibedakan.

Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.

b. Acropora acuminata

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora acuminata



Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2
ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan
Philipina.
Habitat : Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun keruh.

c. Acropora micropthalma

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora micropthalma


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.

Habitat : Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.

d. Acropora millepora

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora millepora


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.

Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.

e. Acropora palmate

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora palmate



Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 5-20 meter.

Ciri-ciri : Koloni berbentuk cabang besar menyerupai tanduk rusa.

Warna : Umumnya berwarna coklat muda sampai coklat kekuningan.

Distribusi : Tersebar di Perairan Indonesia, Karibia, dan Bahama.

Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.

f. Acropora hyacinthus

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora hyacinthus


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 15-35 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk datar tipis dan struktur halus di permukaan.
Warna : Coklat, hijau, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Umumnya di lereng karang.

g. Acropora echinata

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora echinata


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentik tabung bercabang yang menyerupai tentakel.
Warna : Coklat, kuning, putih.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan dangkal yang hangat.

h. Acropora humilis

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora humilis


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang.
Warna : Ungu, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.

i. Acropora cytherea

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora

Spesies : Acropora cytherea


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk meja datar dengan struktur yang padat halus.
Warna : Krem, coklat, biru.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan tenang, atas dan bawah lereng karang.

j. Siderastrea sidereal

Kingdom : Animalia

Phylum : Cnidaria

Class : Anthozoa

Ordo : Scleractinia

Family : Siderastreidae

Genus : Siderastrea

Spesies : Siderastrea sidereal


Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 7-14 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk batu bulat besar.
Warna : Coklat keemasan, abu-abu.
Distribusi : Perairan Indonesia, Karibia.
Habitat : Perairan dangkal yang jernih.


3.Faktor- Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekosistem Terumbu Karang

*Suhu

Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.

*Salinitas

Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰ Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.

*Cahaya dan Kedalaman

Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

*Kecerahan

Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

*Gelombang

Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

*Arus

Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.

*Sedimen

Karang umumnya tidak tahan terhadap sedimen. Karena sedimen merupakan faktor pembatas yang potensial bagi sebaran karang di daerah dimana suhu cocok untuk hewan ini.

4. Penghuni Terumbu Karang

a.Tumbuh- tumbuhan

Ganggang (alga) merupakan suatu kelompok tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya terdapat di dalam lingkungan akuatik. Mereka adalah produsen primer, seperti yang telah diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk menghasilkan gula dan senyawa majemuk lainnya dengan menyimpan energi.Lamun adalah salah satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang. Lamun mempunyai manfaat sebagai perangkap sedimen.

b.Avertebrata

Hewan karang dari filum Cnidaria merupakan kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting dalam ekologi terumbu karang. Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hydroid, ubur- ubur dan Anthozoa.

Berbagai jenis cacing hidup di terumbu karang. Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan. Cacing berperan dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang disebut bioerosi, dari batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke pasir dengan mliang pada batuan tadi.

Crustacea merupakan klompok yang amat terkenal dari filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu karang. Mereka terdiri dari teritip, kepiting, udang, lobster dan udang karang.

Banyak hewan Crustacea ini mempunyai hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip menempel pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih dengan beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.

Molusca menyumbangkan cukup banyak kapur kepada ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya pasir laut. Keanekaragaman Mollusca memainkan peranan penting di dalam jaringan makanan terumbu karang yang rumit ini. Mereka juga menjadi dasar bagi perdagangan besar cangkang hias dan penunjang utama perikanan kerang dan cumi- cumi.

Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal dan umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut yang omnivora memakan apa saja mulai dari sepon, teritip, keong dan kerang.Teripang mendiami sebagain besar terumbu karang dan memakan alga dan detritus dasar. Mereka mempunyai alami sedikit dan manusia barangkali yang menjadi pemangsa yang rakus.

c.Ikan Karang

Ikan karang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:

(1) ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae;

(2) kelompok jenis indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae; dan

(3) kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae, Apogonidae (Adrim, 1993).

Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup di terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya untuk mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah ikan tersebut didasarkan pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah tempat hidup, dan daerah pemijahan.

d.Reptilia

Reptiilia yang terdapat pada ekosistem terumbu karang hanya dua kelompok yaitu, ular laut dan penyu. Dua klompok ini terancam punah. Ular ditangkap untuk kulitnya, dan penyu terutama untuk telurnya.

5. Manfaat Ekosistem Terumbu Karang

* Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.

* Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi

* Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.


6. Faktor- faktor yang Merusak Terumbu Karang

Indonesia memang kaya akan keanekaragaman hayati nya termasuk di laut. Karena Indonesia termasuk negara kepulauan. Saat ini salah satu ekosistem yang memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai rusak. Hal ini disebabkan oleh :

a. Pengendapan kapur

Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.

b. Aliran air tawar

Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.

c. Berbagai jenis limbah dan sampah

Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.

d. Pemanasan suhu bumi

Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.

e. Uji coba senjata militer

Pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun yang berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota laut.

f. Cara tangkap yang merusak

Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.

d. Penambangan dan pengambilan karang

Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.

e. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu

Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.

f. Serangan bintang laut berduri

Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.

7. Metodologi Pengambilan Sampel Terumbu Karang

Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:

1. Metode Transek Garis

2. Metode Transek Kuadrat

3. Metode Manta Tow

4. Metode Transek Sabuk (Belt transect)

Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas masing-masing metode tersebut:

1. Metode Transek garis

* Prinsip: menggunakan suatu garis transek yang diletakan diatas koloni karang.

* Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.

* Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.

* Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal.

Garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu (± 25 m) sampai di daerah pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang pada lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.

Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak, karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga dicatat.



A. Kelebihan

- Akurasi data dapat diperoleh dengan baik
- Data yang diperoleh lebih banyak dan lebih baik seperti struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati, kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh
- Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat disajikan dengan baik

B. Kekurangan

- Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak
- Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies
- Survei membutuhkan waktu yang lama
- Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik
- Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besar

2. Metode Transek Kuadrat (Quadrat Transek)

Metoda transek kuadrat digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen. Survei biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan pengambilan underwater photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi juga sangat diperlukan untuk mendukung data tentang laju pertumbuhan dan tingkat kematian karang yang diamati.

* Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater camera.

* Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.


A. Kelebihan

* Data yang diperoleh lengkap dengan mengambar posisi biota yang ditemukan pada kuadrat, dengan bantuan underwater photo
* Sumber informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan, tingkat kematian, laju rekruitmen

B. Kekurangan

* Proses kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama.
* Peralatan yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang berarus
* Metode ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil
* Sedimen trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada daerah yang berarus


3. Metode Manta Tow

Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati.



* Peralatan yang Digunakan

Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut :

Kaca mata selam (masker), Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel), Alat bantu renang di kaki (fins), Perahu bermotor (minimal 5 PK), Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm, Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm, Pelampung kecil, Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir, Pensil, Penghapus, Stop watch/jam, Global Positioning System (GPS)

* Prosedur Umum Manta Tow

Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge), dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3 ‐ 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.

A. Kelebihan

- Mudah dipraktikan
- Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu mahal

B. Kekurangan

- Survey secara tidak sengaja dapat dilakukan pada lokasi diluar terumbu karang
- Kemungkinan ada objek yang terlewatkan

4. Metode Transek Sabuk (BELT TRANSECT)

Transek sabuk digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias (jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu karang.

Panjang transek yang digunakan ada 10 m dan lebar satu m, pengamatan keberadaan karang hias yang pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group) menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan pada semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang berada pada luasan transek.

A. Kelebihan
- Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
- Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi dan dapat menggambarkan struktur populasi karang

B. Kekurangan
- Waktu yang dibutuhkan cukup lama
- Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang secara langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik


KESIMPULAN:

1. Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae
2. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan ekosistem Terumbu Karang yaitu suhu, salinitas, cahaya, kedalaman, kecerahan, gelombang dan arus.
3. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang penting, karena tempat tinggal biota laut.
4. Perubahan iklim merupakan faktor paling dominan dalam perusakkan terumbu karang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus lebih mencintai lingkungan.
5. Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2 lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id

Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.

Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester

Suharsono, 1994. Metode penelitian terumbu karang. Pelatihan metode penelitian dan kondisi terumbu karang. Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang: 115 hlm.

Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm.

Welly, Marthen. 2008. http://netsains.com/2009/07/indonesiapusatterumbukarangdunia.html

EKOLOGI LAUT TROPIS

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. Beberapa ekosistem utama di wilayah pesisir dan laut yang akan dibahas dalam makalah ini adalah estuaria. Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang laut.
Lingkungan estuary umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat. Kita mungkin sering melihat hamparan daratan yang luas pada daerah dekat muara sungai saat surut. Itu adalah salah satu dari sekian banyak tipe estuary yang ada. Tidak terlalu sulit untuk memilah atau menetukan batas lingkungan estuary dalam suatu kawasan tertentu. Hanya dengan melihat sumber air tawar yang ada di sekitar pantai dan juga dengan mengukur salinitas perairan tersebut. Karena perairan estuary mempunyai Salinitas yang lebih rendah dari lautan dan lebih tinggi dari air tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm. Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, estuary menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan estuary merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi unsure terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari keunikan lingkungan estuary. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara.
Mengingat bahwa kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuary di kenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate (Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi kelompok infauna) maka hal ini sangat perlu dipelajari
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai grazing and detritus food web dalam perairan estuaria, dan hubungan-hubungannya terhadap organisme akuatik yang hidup disekitar estuaria.



II. PEMBAHASAN
2.1. Habitat Estuaria
Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton (fitoplankton dan zooplankton), neuston (organisme setingkat plankton yang hidup di lapisan permukaan air) dan nekton (organisme makro yang mampu bergerak aktif). Di dasar estuaria hidup berbagai jenis organisme baik mikro maupun makro yang disebut bentos. Setiap kelompok organisme dalam habitanya menjalankan fungsi biologis masing-masing, misalnya fitoplankton sebagai produser melakukan aktivitas produksi melalui proses fotosintesa, bakteri melakukan perombakan bahan organik (organisme mati) menjadi nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh produser dalam proses fotosintesa. Dalam satu kelompok organisme (misalnya plankton atau bentos) maupun antar kelompok organisme (misalnya antara plankton dan bentos_ terjalin suatu hubungan tropik (makan-memakan) satu sama lain, sehingga membentuk sautu hubungan jaringan makanan.
2.2. Rantai Makanan di Estuaria

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.(Anonim,2010)
Pada ekosistem estuaria dikenal 3 (tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik. Fauna diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kompleks (Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Ada dua tipe dasar rantai makanan:
1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-herbivora-carnivora.
2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa) predator.
Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai makanan di dalam suatu komunitas yang kompleks antar komunitas, selain daripada itu, suatu rantai makanan adalah suatu kelompok organismE yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu., cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar, binatang menyusui). Jenis dan variasi rantai makanan adalah sama banyak seperti jenis/spesies di antara mereka dan tempat kediaman yang mendukung mereka. Selanjutnya, rantai makanan dianalisa didasarkan pada pemahaman bagaimana rantai makanan tersebut memperbaiki mekanisme pembentukannya. Ini dapat lebih lanjut dianalisa sebab bagaimanapun jenis tunggal boleh menduduki lebih dari satu tingkatan trophic di dalam suatu rantai makanan. (Johannessen et al, 2005)

(Sumber: Rustam, 2001)
Gambar 1. Rantai makanan di wilayah pesisir

Dalam bagian ini, diuraikan tiga bagian terbesar dalam rantai makanan yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan infauna benthic. Sebab phytoplankton dan zooplankton adalah komponen rantai makanan utama dan penting, dimana bagian ini berisi informasi yang mendukung keberadaan organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic adalah proses yang melengkapi pentingnya rantai makanan di dalam ekosistem pantai berlumpur. Selanjutnya, pembahasan ini penekananya pada bagaimana mata rantai antara rantai makanan dan tempat berlindungnya (tidal flat; pantai berlumpur).(Johannessen et al, 2005)
Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan makanan yang dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen, 2002).
Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, estuary menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan estuary merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi unsure terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari keunikan lingkungan estuary. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuary di kenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate (Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis penting seperti siganus, baronang, sunu dan masih banyak lagi menjadikan daerah estuari sebagai daerah pemijahan dan pembesaran.
Pada kawasan-kawasan subtripic sampai daerah dingin, fungsi estuary bukan hanya sebagai daerah pembesaran bagi berjuta hewan penting, bahkan menjadi titik daerah ruaya bagi jutaan jenis burung pantai. Kawasan estuary di gunakan sebagai daerah istrahat bagi perjalanan panjang jutaan burung dalam ruayanya mencari daerah yang ideal untuk perkembanganya. Disamping itu juga di gunakan oleh sebagian besar mamalia dan hewan-hewan lainnya untuk mencari makan.
Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora.



2.3. Peranan Ekosistem Estuaria
Produktifitas estuaria, pada kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan organik yang terbawa masuk estuaria melalui aliran sungai atau arus pasang surut air laut. Produktifitas primernya sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria sebagaimana telah diterangkan di atas dan karena kekeruhan airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton. Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa detritus yang terendapkan di estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya. Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967, dalam Nybakken 1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg per liter. Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria adalah para pemakan detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik menjadi unsur hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain yang tercampur bersama detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus berupa cacing, siput dan aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang selanjutnya akan menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan pemangsa dan burung. Melihat banyaknya jenis hewan yang sifatnya hidup sementara di estuaria, bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan rantai energi di estuaria cenderung bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan dari serpih-serpih bahan organic yang terutama berasal dari daratan (sungai, rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang berakhir pada ikan-ikan atau burung yang kemudian membawa pergi energi keluar dari sistem (Pendy, 2009).
2.4. Aspek Biologi Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati.
Di estuaria terdapat tiga komonen fauna, yaitu fauna lautan, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna lautan, yaitu hewan stenoalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas (umumnya > 30 o/oo) dan hewan euri halin yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas di bawah 30o/oo. Komponen air payau terdiri dari soesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5 – 30 o/oo. Spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar biasanya biasanya terdiri dari hewan yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 o/oo dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria .
Jumlah organisme yang mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif yang setaraf dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena :
1. Estuaria berperan sebajai jebak zat hara yang cepat didaur ulang.
2. Beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro (makrofiton) maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun
3. Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi pasang-surut, sehingga antara memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuari
Secara umum estuaria mempunyai tiga (3) peranan ekologis penting sebagai berikut : Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan (ikan, udang) yang bergantung pada estuaria sebagai tempat perlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground). Dan Sebagai tempat untuk berproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain:
(1) Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan cirri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya
(2) Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut;
(3) Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya; dan
(4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.

2.5.Adaptasi Organisme
Kebanyakan organisme yang menempati daerah ini menunjukkan adaptasi dalam menggali dan melewati substrat yang lunak atau menempati saluran yang permanen dalam substrat. Dikarenakan pantai lumpur juga agak tandus, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya organisme yang menempati permukaan daratan lumpur. Kehadiran organisme di pantai berlumpur ditunjukkan oleh adanya berbagai lubang di permukaan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda. Jadi, salah satu adaptasi utama dari organisme di daratan lumpur adalah kemampuan untuk menggali substrat atau membentuk saluran yang permanen.
Adaptasi utama yang kedua berkaitan dengan kondisi anaerobik yang merata di seluruh substrat. Jika organisme ingin tetap hidup ketika terkubur dalam substrat, mereka harus beradaptasi untuk hidup dalam keadaan anaerobik atau harus membuat beberapa jalan yang dapat mengalirkan air dari permukaan yang mengandung banyak oksigen ke bawah. Untuk mendapatkan air dari permukaan yang kaya oksigen dan makanan maka muncul berbagai lubang dan saluran di permukaan daratan lumpur. Adaptasi yang umum terhadap rendahnya ketersediaan oksigen adalah dengan membentuk alat pengangkut (misalnya, hemoglobin) yang dapat terus-menerus mengangkut oksigen dengan konsertasi yang lebih baik dibandingkan dengan pigmen yang sama pada organisme lain. (Nybakken, 1982)
2.6 Tipe Organisme
Pantai berlumpur sering menhasilkan suatu pertumbuhan yang besar dari berbagai tumbuhan. Di atas daratan lumpur yang kosong, tumbuhan yang paling berlimpah adalah diatom, yang hidup di lapisan permukaan lumpur dan biasanya menghasilkan warna kecoklatan pada permukaan lumpur pada saat terjadi pasang-turun. Tumbuhan lain termasuk makroalga, Glacilaria, Ulva, dan Enteromorpha. Pada daerah lain, khusus pada pasut terendah hidup berbagai rumput laut, seperti Zostera.
Daratan berlumpur mengandung sejumlah besar bakteri, yang memakan sejumlah besar bahan organik. Bakteri ini merupakan satu-satunya organisme yang melimpah pada lapisan anaerobikdi pantai berlumpurdan membentuk biomassa yang berarti. Bakteri ini dinamakan Bakteri Kemosintesis atau Bakteri Sulfur, bakteri ini mendapatkan energi dari hasil oksidasi beberapa senyawa sulfur yang tereduksi, seperti berbagai sulfida (misalnya, H2S). Mereka menghasilkan bahan organik dengan menggunakan energi yang didapat dari oksidasi senyawa sulfur yang tereduksi, berbeda dengan tumbuhan yang menghasilkan bahan organik menggunakan energi matahari.
Karena bakteri ototrofik ini berlokasi di lapisan anaerobik di lumpur, maka daratan lumpur merupakan daerah yang unik di lingkungan laut, mereka mempunyai dua lapisan yang berbeda di mana produktivitas primer terjadi, daerah tempat diatom, alga, dan rumput lautmelakukan fotosintesis, dan lapisan dalam tempat bakteri melakukan kemosintesis. Mahluk dominan yang terdapat pada daratan lumpur, yaitu cacing polichaeta, moluska bivalvia, dan krustacea besar dan kecil, tetapi dengan jenis yang berbeda. (Nybakken, 1982)
2.7. Phytoplankton
Pertumbuhan phytoplankton di wilayah pantai estuaria berlumpur diatur dengan suatu interaksi antara matahari, hujan, bahan gizi, dan gerakan massa air, serta convergensi yang di akibatkan oleh arus laut. Sampai jumlah tertentu produksi phytoplankton tergantung pada cuaca, dengan pencampuran dan stratifikasi kolom air yang mengendalikan produktivitas utama. Percampuran massa air vertikal yang kuat mempunyai suatu efek negatif terhadap produktivitas, dengan mengurangi perkembangan phytoplankton maka terjadi penambahan energi itu sendiri dan penting bagi fotosintesis. Bagaimanapun, pencampuran vertikal adalah juga diuntungkan karena proses penambahan energi, yang membawa bahan gizi (nutrient) dari air menuju ke permukaan di mana mereka dapat digunakan oleh phytoplankton.
2.8. Zooplankton dan Heterotrophs Lain
Zooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisma trophic sekunder yang berlaku sebagai consumer utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu relung ekologis penting sebagai mata rantai antara produksi phytoplankton utama dan produktivitas ikan. Ikan contohnya, dengan ukuran panjang antara 50 - 200 milimeter, seperti; ikan herring juvenile dan dewasa, smelt, stickleback, sand lance, dan ikan salem dewasa, minyak ikan, hake, pollock, lingcod, sablefish, dan ikan hiu kecil, memperoleh bagian terbesar gizi mereka dari zooplankton dan heterotrophs lain. Penambahan konsumen utama ini adalah mangsa utama untuk sculpins, rockfish, ikan hiu, burung, dan paus ballen. Di muara sungai Duwamish (dengan kedalaman 4), ditemukan ikan salem muda memangsa gammarid amphipods yang lebih besar dari ukuran tubuhnya. Selain itu, ikan salem juga menyukai jenis Corophium salmonis dan Eogammarus confervicolus. Sebagai tambahan, gammarid amphipods, dalam bentuk juvenille mengkonsumsi calanoid dan harpacticoid copepods. Merah muda pemuda ikan salem, pada sisi lain, lebih menyukai harpacticoids yang diikuti oleh calanoid copepods. Juvenille chinook mempercayakan kepada gammaridean amphipods dan calanoid copepods sebagai betuk diet mereka. Menunjukkan bahwa 85 sampai 92 % zooplankton di teluk adalah calanoid copepods. Secara teknis, istilah zooplankton mengacu pada format hewan plankton, yang tinggal di kolom air dan pergerakan utama semata-mata dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan (current movement). Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat vertikal terhadap kolom air dan boleh juga berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke laut lepas sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari lokasi yang cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan sonik lapisan menyebar ketika zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari dan tempat yag terdalam pada siang hari. Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang besar, migrasi vertical zooplankton akan terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal musiman mengakibatkan zooplankton akan mengalami blooming (pengkayaan). (http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm)
2.9. Infauna dan Epifauna Benthic
Infauna Benthic (organisma yang tinggal di sedimen) dan epifauna (organisma yang mempertahankan hidup di sedimen) adalah suatu kumpulan taxa berbeda-beda mencakup clam, ketam, cacing, keong, udang, dan ikan. Sedangkan burrowers, adalah binatang pemakan bangkai, pemangsa, dan pemberi makan/tempat makan sejumlah phytoplankton, zooplankton, sedimen, detritus dan nutrient lainnya.
Mereka berperan penting dalam jaring makanan di pantai berlumpur, juga bertindak sebagai konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik pada tingkatan trophic lebih tinggi, sehingga menyokong peningkatan produktivitas alam bebas (wildlife) dan ikan. Di lain pihak, ikan-ikan demersal, neretic, dan pemangsa terestrial contohnya elasmobranchs ( ikan hiu, skates dan manta rays-pari), flatfish dan bottomdwelling jenis lainnya; shorebirds; mamalia laut, termasuk ikan paus dan berang-berang laut; dan manusia. Dengan diuraikannya secara rinci bagaimana berbagai rantai makanan terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu pada benthic community dalam system dinamika pantai berlumpur adalah penting untuk di jawab bahwa ekosistem pantai berlumpur ini berperan di dalam keseimbangan produktifitas primer perairan. Zedler (1980)
Predator asli di dataran lumpur ini mencakup beberapa cacing polychaeta seperti Glycera spp., siput bulan (Polinices, Natica) dan kepiting. Jadi, struktur trofik dataran lumpur sering terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu : berdasarkan detritus – bakteri dan berdasarkan tumbuhan.























DAFTAR PUSTAKA


Anonym ,2010. http://id.wikipedia.org/wiki/rantai_makanan
Anonim, 2010. http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm
Begen, D. G. 2002. Ekosistem danSumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PK-SPL. IPB, Bogor.
Johannessen, J.W., MacLennan, A., and McBride, A, 2005. Inventory and Assessment of Current and Historic Beach Feeding Sources/Erosion and Accretion Areas for the Marine Shorelines of Water Resource Inventory Areas 8 & 9, Prepared by Coastal Geologic Services, Prepared for King County Department of Natural Resources and Parks, Seattle, WA.
Nybakken. James W. 1982. Marine Biology : an ecological approach (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.

Pendy, 2009. Ekosistem Estuaria.http://pendyaneh.blogspot.com/2009/08/ekosistem-estuaria.html diakses 12 juni 2010.

Rustam ,2001. Makalah Falsafah Sains (PPs 702).Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogo

Zedler,J.B. 1980. Algal mat productivity: Comparisons in a salt marsh. Estuaries 3

Friday, May 20, 2011

SENJATA BIOLOGI


Senjata biologi (bahasa Inggris: biological weapon) adalah senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Dalam pengertian yang lebih luas, senjata biologi tidak hanya berupa organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu. Dalam kenyataanya, senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.

Pembuatan dan penyimpanan senjata biologi telah dilarang oleh Konvensi Senjata Biologi 1972 yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara. Alasan pelarangan ini adalah untuk menghindari efek yang dihasilkan senjata biologi, yang dapat membunuh jutaan manusia, dan menghancurkan sektor ekonomi dan sosial. Namun, Konvensi Senjata Biologi hanya melarang pembuatan dan penyimpanan senjata biologi, tetapi tidak melarang pemakaiannya.

1. SEJARAH

Sejarah penggunaan senjata biologi dimulai pada tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno (scythians) menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran) dan mayat makhluk hidup yang telah membusuk. Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan pedangnya ke dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan musuhnya. Apabila musuhnya terluka oleh senjata tersebut, maka terjadi infeksi penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan senjata biologi terjadi ketika bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Mati dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi wabah pes. Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice, mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes sehingga akhirnya menimbulkan "kematian hitam" (black death) di wilayah Eropa.

Pada tahun 1754-1760, terjadi peperangan antara bangsa Britania Utara dan bangsa Indian yang melibatkan penggunaan virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan pakaian dan selimut dari rumah sakit yang merawat penderita cacar kepada bangsa Indian untuk memusnahkan bangsa tersebut. Pada Perang Dunia I, Jerman menggunakan dua bakteri patogen, yaitu Burkholderia mallei penyebab Glanders dan Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk menginfeksi ternak dan kuda tentara Sekutu. Pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan program pembuatan senjata biologi di Cina yang dinamakan Unit 731. Sebanyak 3.000 ilmuwan Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap berbagai agen biologi yang berpotensi sebagai senjata, misalnya kolera, pes, dan penyakit seksual yang menular. Eksperimen yang dilakukan menggunakan tahanan Cina yang mengakibatkan ± 10.000 tahanan mati pada masa itu. Sejak saat itu, tidak hanya Jepang yang mengembangkan senjata biologi, namun juga diikuti oleh negara-negara lain seperi Amerika Serikat dan Uni Soviet.


2. AGEN BIOLOGI.

Agen biologi adalah mikroorganisme (atau toksin yang dihasilkannya) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, hewan, atau tumbuhan, atau menyebabkan kerusakan material. Dalam pembuatan senjata biologi, agen biologi merupakan komponen penting yang harus diteliti terlebih dahulu sebelum diaplikasikan. Beberapa agen biologi dan penyakit yang pernah direncanakan untuk dijadikan senjata atau sudah pernah dijadikan senjata biologi di dunia antara lain:

Bacillus anthracis, salah satu agen biologi penyebab Antrax.


* Bacillus anthracis (Antrax)
* Brucella sp. (Brucellosis)
* Chlamydia psittaci (Psittacosis)
* Coxiella burnetii (Demam Q)
* Escherichia coli O157:H7 (Gastroenteritis)
* Shigella (Shigellosis)
* Francisella tularensis (Tularemia)
* Burkholderia mallei ( Glanders)
* Burkholderia psedomallei (Melioidosis)
* Salmonella typhi (Tifus)
* Variola (Cacar atau variola)
* Vibrio cholerae (Kolera)
* Virus Ebola
* Virus Marburg
* Virus demam lembah Rift atau Rift Valley Fever Virus
* Virus alfa (ensefalitis)
* Virus demam kuning atau yellow fever virus
* dan lain-lain.

3. Karakteristik

Karakteristik dari senjata biologi adalah mudah diproduksi dan disebar, aman digunakan oleh pasukan penyerang yang menyebarkannya, serta dapat melumpuhkan atau membunuh individu berulang kali dengan hasil yang sama/konsisten. Hal ini berarti, apabila kita menggunakan senjata biologi yang sama untuk menyerang beberapa daerah berbeda, maka dampak yang terjadi haruslah sama. Agen biologi pada senjata biologi juga harus dapat diproduksi dengan cepat dan murah. Untuk membuat suatu senjata biologi yang berkualitas baik, ada beberapa persyaratan tambahan yang harus dipenuhi, yaitu dapat ditularkan, menimbulkan sakit berkepanjangan yang membutuhkan perawatan intensif, dan gejala yang ditimbulkan bersifat non-spesifik sehingga menyulitkan diagnosis. Umumnya, senjata biologi yang baik juga memiliki waktu inkubasi yang cukup panjang di dalam tubuh penderita sehingga penyakit dapat ditularkan dan menyebar secara luas sebelum dapat terdeteksi.


4. Klasifikasi

Klasifikasi atau pengelompokkan senjata biologi dapat dilakukan berdasarkan taksonomi, inang, sindrom yang ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya, dan respon praktis atau menurut sifat fungsionalnya. Salah salah klasifikasi yang sering digunakan klasifikasi fungsional yang dibuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), meliputi:

* Kategori A
o penyebarannya dapat dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang satu ke yang lain;
o penyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan berpotensi memengaruhi kesehatan publik;
o dapat menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial;
o memerlukan penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat.
o Contoh kategori A: cacar, antrax, botulisme, dll.
* Kategori B
o kemampuan penyebarannya bersifat moderat;
o menimbulkan tingkat kesakitan yang moderat dan tingkat kematian yang rendah;
o memerlukan peningkatan kapasitas diagnostik yang spesifik dan peningkatan pengawasan penyakit.
o Contoh kategori B: brucellosis, demam Q, Glanders, dll.
* Kategori C, meliputi patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan di masa depan, karena memiliki karakeristik:
o ketersediaan memadai;
o mudah diproduksi dan disebarkan;
o berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi, serta mampu memengaruhi kesehatan publik.
o Contoh kategori C: Virus Hanta, Virus Nipah, demam kuning, dll.


5. Keuntungan

Penggunaan senjata biologi memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan jenis senjata militer lainnya. Beberapa keuntungan pemakaian senjata biologi adalah biaya produksi relatif murah dibandingkan senjata penghancur lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan agen biologi cukup sederhana, dan waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih pendek. Secara ekonomis, pembuatan senjata biologi juga menguntungkan karena dapat dibuat vaksin atau penawar dari senjata biologi yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat diperdagangkan kembali dengan harga tinggi. Penyerangan dengan senjata biologi disukai oleh banyak negara karena penyebarannya tidak terdeteksi dan musuh tidak menyadari adanya penyerangan dengan senjata biologi. Selain itu, agen biologi yang hidup di dalam tubuh manusia dapat berkembang biak dan menyebar dari individu satu ke individu lain secara alami.[ Hal ini sangat mungkin terjadi karena agen biologi (terutama virus) yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa. Dibandingkan dengan senjata nuklir, senjata biologi lebih unggul karena penggunaannya tidak merusak infrastruktur atau fasilitas yang ada dalam daerah yang diserang, sehingga infrastruktur yang tertinggal dapat dimanfaatkan kembali.

6. Kerugian

Penggunaan senjata biologi juga memiliki kelemahan yang apabila tidak diperhitungkan secara cermat dapat merugikan. Di antaranya adalah perlunya perhitungan cuaca atau kondisi yang tepat untuk melakukan penyebaran senjata tersebut karena sedikit perubahan arah angin dapat mengakibatkan agen biologi berbalik menyerang diri sendiri. Untuk agen biologi yang disebar melalui udara, waktu tinggal atau ketahanan mereka di udara merupakan hal yang penting untuk diketahui agar tidak terjadi infeksi sekunder pada pasukan penyerang ketika mereka memasuki daerah yang telah berhasil dilumpuhkan/diinfeksi. Pasukan yang bertugas menyebarkan senjata biologi juga harus dilengkapi dengan berbagai alat pelindung karena risiko terinfeksi agen biologi yang digunakan sebagai senjata dapat dialami oleh mereka.Beberapa jenis senjata biologi juga diketahui rentan terhadap radiasi matahari maupun perubahan cuaca sehingga agen biologi dapat terinaktivasi dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Untuk beberapa jenis senjata biologi seperti itu, biasanya dilakukan penyebaran pada larut malam atau pagi subuh sehingga radiasi matahari tidak akan mengganggu dan agen biologi dapat menyebar pada ketinggian yang rendah dan menyelimuti daerah yang diserang.
Kerugian lain dari penggunaan senjata biologi adalah adanya beberapa agen biologi yang dapat bertahan lama di lingkungan (seperti spora Bacillus anthracis) sehingga daerah yang telah diinfeksi tidak dapat dihuni/ditinggali dalam jangka waktu yang cukup lama.

7. Peran Bioteknologi dalam Pembuatan Senjata Biologi

Berikut adalah Bom E120, salah satu senjata biologi yang berisi 0.1 kg agen biologi cair dan dikembangkan pada tahun 1960-an.


Kemajuan ilmu bioteknologi (terutama rekayasa genetika) memiliki dampak negatif dan positif dalam pengembangan senjata biologi. dalam positif yang ditimbulkan adalah munculnya metode dan berbagai cara deteksi, identifikasi, dan neutralisasi agen biologi patogen secara lebih cepat. Berbagai jenis vaksin dan anti-toksin juga telah dikembangkan untuk mengontrol bakteri dan virus patogen yang digunakan sebagai senjata biologi. Modifikasi materi genetik/DNA organisme juga telah diterapkan untuk membuat racun, elemen yang menular, maupun senjata biologi yang mematikan. Data Proyek Genom Manusia (Human Genome Project) juga telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem pertahanan sipil dan nasional suatu negara dalam melawan penggunaan dan pembuatan senjata biologi serta mengembangkan antibiotik dan vaksin baru.



Kemajuan bioteknologi juga dapat disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mengembangkan senjata biologi yang sangat berbahaya, contohnya adalah menghasilkan organisme makroskopis yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya.Berbagai agen biologi patogen juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan memiliki resistensi terhadap antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada.Selain itu, bioteknologi juga dimanfaatkan untuk pembuatan agen biologi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena profil imunologisnya telah diubah.Apabila senjata biologi yang telah dikembangkan dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di dunia.


8. Pencegahan dan Pengendalian

Upaya pengendalian senjata biologi telah dilakukan sejak tahun 1925 melalui perjanjian internasional yang disebut Protokol Geneva (Geneva Protocol) yang memuat larangan penggunaan senjata biologi.[17] Namun, perjanjian itu terbukti masih dilanggar oleh beberapa negara.Oleh karena itu, pada tahun 1972, PBB mengadakan Konvensi Senjata Biologi dan Toksin (Biological and Toxin Weapon Convention atau BTWC) yang mempertegas larangan pengembangan, pembuatan, dan penyimpanan segala jenis senjata biologi.Namun perjnajian tersebut juga masih dilanggar oleh beberapa negara, seperti Rusia dan Irak karena BTWC tidak melakukan pengawasan dan pembuktian tidak adanya kegiatan produksi senjata biologi pada setiap negara. Pada tahun 1995, Ad Hoc membentuk protokol inspeksi dan pembuktian di lapangan yang sayangnya tidak didukung penuh oleh seluruh negara penandatangan perjanjia terdahulu, seperti Amerika Serikat. Pemerintah Amerika memiliki cara sendiri untuk mengendalikan senjata biologi di negaranya, di antaranya melalui produksi vaksin skala besar dan pendistribusiannya serta pengembangan strategi dan taktik untuk mencegah dampak buruk senjata biologi. Melalui Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), Amerika meningkatkan kemampuan diagnostik dengan membangun jaringan yang menghubungkan berbagai pusat kesehatan regional sehingga penyakit yang diakibatkan senjata biologi atau bioterorisme dapat dideteksi dengan lebih cepat.

Pada tahun 2008, Konvensi Senjata Biologi (Biological Weapons Convention) membahas tentang peningkatan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan keamanan biologi, termasuk di dalam laboratorium yang menggunakan patogen maupun toksin berbahaya. Pada pertemuan tersebut juga dibahas tentang pencegahan penyalahgunaan ilmu biologi dan bioteknologi untuk senjata biologi dengan cara meningkatkan kesadaran akan risiko biologis yang dapat timbul, memperketat pengawasan, serta memberikan pendidikan dan peningkatan bioetika dalam aplikasi ilmu kehidupan.Untuk pengendalian dan pengawasan senjata biologi, telah dilakukan pembuatan data yang berpotensi menjadi senjata biologi. Selain itu, pengembangan molekul anti-bakteri juga telah dilakukan untuk mengeliminasi patogen namun tidak membahayakan manusia dan hewan.

Sumber : id.wikipedia.org

Referensi :

1. ^ a b c (Inggris) Federation of American Scientists. Introduction to Biological Weapons. http://www.fas.org/programs/bio/introtobw.html#intro.
2. ^ a b c (Inggris) Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpiling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on Their Destruction. Kesalahan: waktu tidak valid. http://www.fas.org/programs/bio/resource/documents/btwctext.pdf.
3. ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Eric Croddy (2001). Chemical and Biological Warfare: A Comprehensive Survey for the Concerned Citizen. Springer. ISBN 978-0-387-95076-1. Page: 219-224
4. ^ a b (Inggris) D.B. Rao (2001). Biological Warfare. Discovery Publishing House. ISBN 978-81-7141-597-7. Page: 39
5. ^ a b c d e (Inggris) Madigan MT, Martinko JM, (2000). Brock Biology of Microorganisms. Prentice Hall. ISBN 978-0-13-081922-2.Page: 842-845
6. ^ (Inggris) Educational Foundation for Nuclear Science, Inc. (Oktober 1964). "Fas statement on biological and chemical warfare". Bulletin of the Atomic Scientists 20 (8): Page: 46.
7. ^ a b (Inggris) Charles Edward Stewart (2005). Weapons of mass casualties and terrorism response handbook. Jones and Bartlett Publishers, Inc.. ISBN 978-0-7637-2425-2. Page: 84
8. ^ a b c d e f g (Inggris) Sharad S. Chauhan (2004). Biological Weapons. APH Publishing Corporation. ISBN 978-81-7648-732-0. Page: 8-21
9. ^ a b c d e (Inggris) Jim A. Davis, Barry R. Schneider (2004). The gathering biological warfare storm. Praeger. ISBN 978-0-275-98314-7. Page: 57-58
10. ^ (Inggris) Edward M. Eitzen. "Use of Biological Weapons". Medical Aspects of Chemical and Biological Warfare: 437-450.
11. ^ a b c d (Inggris) Sharad S. Chauhan (2004). Biological Weapons. APH Publishing Corporation. ISBN 978-81-7648-732-0. Page: 33-35
12. ^ a b (Inggris) Robert I. Krasner (2009). The Microbial Challenge: Science, Disease, and Public Health. Jones and Bartlett Publishers. ISBN 978-0-7637-5689-5. Page: 35
13. ^ a b (Inggris) Thomas W. McGovern, George W. Christopher (2001). "Biological Warfare and Its Cutaneous Manifestations". The Internet Dermatology Society, Inc.. http://www.telemedicine.org/biowar/biologic.htm.
14. ^ a b c d e f g (Inggris) Edgar J. DaSilva (1999). "Biological warfare, bioterrorism, biodefence and the biological and toxin weapons convention". Electronic Journal of Biotechnology 2 (3). doi:10.4067/S0717-34581999000300001. http://www.scielo.cl/scielo.php?pid=S0717-34581999000300001&script=sci_arttext.
15. ^ a b c d e (Inggris) Alibek, K. and S. Handelman. Biohazard: The Chilling True Story of the Largest Covert Biological Weapons Program in the World– Told from Inside by the Man Who Ran it. Delta (2000) ISBN 0-385-33496-6
16. ^ D. Sander, "Biological Weapons and Warfare", Mei 1995. Diakses pada Mei 2010.
17. ^ a b c d e Dr. Arief B. Witarto (Agustus 2002). Bahaya Senjata Biologis. pp. 1-3. http://witarto.files.wordpress.com/2008/01/ariefwitarto_diberitaiptek_1agustus2002.pdf.
18. ^ a b (Inggris) Richard Weitz, "Biological Weapons Convention Sees Limited Progress in 2008", Februari 2009.

Thursday, May 19, 2011

Ciri-ciri dan Klasifikasi Protozoa

Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan salah satu filum dari Kingdom Protista. Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria.

Ciri-ciri umum :
1. Organisme uniseluler (bersel tunggal)
2. Eukariotik (memiliki membran nukleus)
3. Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok)
4. Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof)
5. Hidup bebas, saprofit atau parasit
6. Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup
7. Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela




























Klasifikasi
Protozoa memiliki 4 kelas yang dibedakan berdasarkan alat geraknya.























Rhizopoda
Bergerak dengan kaki semu (pseudopodia)yang merupakan penjuluran protoplasma sel. Hidup di air tawar, air laut, tempat-tempat basah, dan sebagian ada yang hidup dalam tubuh hewan atau manusia.Jenis yang paling mudah diamati adalah Amoeba.

Ektoamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di luar tubuh organisme lain (hidup bebas), contohnya Ameoba proteus, Foraminifera, Arcella, Radiolaria.

Entamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di dalam tubuh organisme, contohnya Entamoeba histolityca, Entamoeba coli.

Flagellata (Mastigophora)





























Bergerak dengan flagel (bulu cambuk) yang digunakan juga sebagai alat indera
dan alat bantu untuk menangkap makanan.
Dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Fitoflagellata, Flagellata autotrofik (berkloroplas), dapat berfotosintesis. Contohnya : Euglena viridis, Noctiluca milliaris, Volvox globator.Zooflagellata
2. Flagellata heterotrofik (Tidak berkloroplas).Contohnya : Trypanosoma gambiens, Leishmania


Ciliata (Ciliophora)

Anggota Ciliata ditandai dengan adanya silia (bulu getar) pada suatu fase hidupnya, yang digunakan sebagai alat gerak dan mencari makanan. Ukuran silia lebih pendek dari flagel. Memiliki 2 inti sel (nukleus), yaitu makronukleus (inti besar) yang mengendalikan fungsi hidup sehari-hari dengan cara mensisntesis RNA, juga penting untuk reproduksi aseksual, dan mikronukleus (inti kecil) yang dipertukarkan pada saat konjugasi untuk proses reproduksi seksual.

Ditemukan vakuola kontraktil yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuhnya. Banyak ditemukan hidup di laut maupun di air tawar.
Contoh : Paramaecium caudatum, Stentor, Didinium, Vorticella, Balantidium coli.

Apicomplexa (Sporozoa)
Tidak memiliki alat gerak khusus, menghasilkan spora (sporozoid) sebagai cara perkembang biakannya. Sporozoid memiliki organel-organel kompleks pada salah satu ujung (apex) selnya yang dikhususkan untuk menembus sel dan jaringan inang. Hidupnya parasit pada manusia dan hewan.
Contoh : Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae,Plasmodium vivax. Gregarina.

Sebagian besar Protozoa berkembang biak secara aseksual (vegetatif) dengan cara :

1. pembelahan mitosis (biner), yaitu pembelahan yang diawali dengan pembelahan inti dan diikuti pembelahan sitoplasma, kemudian menghasilkan 2 sel baru.Pembelahan biner terjadi pada Amoeba. Paramaecium, Euglena. Paramaecium membelah secara membujur/ memanjang setelah terlebih dahulu melakukan konjugasi.Euglena membelah secara membujur /memanjang (longitudinal).
2. Spora, Perkembangbiakan aseksual pada kelas Sporozoa (Apicomplexa) dengan membentuk spora melalui proses sporulasi di dalam tubuh nyamuk Anopheles. Spora yang dihasilkan disebut sporozoid.


Seksual (Generatif)
Perkembangbiakan secara seksual pada Protozoa dengan cara :

1. Konjugasi, Peleburan inti sel pada organisme yang belum jelas alat kelaminnya. Pada Paramaecium mikronukleus yang sudah dipertukarkan akan melebur dengan makronukleus, proses ini disebut singami.
2. Peleburan gamet Sporozoa (Apicomplexa) telah dapat menghasilkan gamet jantan dan gamet betina. Peleburan gamet ini berlangsung di dalam tubuh nyamuk.

Sumber : www.id.wikipedia.org

OTOT TERKUAT YANG ADA DITUBUH MANUSIA

Sebetulnya, kekuatan otot merupakan hasil dari tiga faktor yang saling tumpang tindih. Faktor-faktor tersebut ialah, faktor fisiologis, neurologis, dan mekanis. Faktor fisiologis terdiri dari besar otot, luas penampang otot, dan respons terhadap latihan otot. Faktor neurologis yaitu seberapa kuat atau lemahnya sinyal dari otak untuk memerintahkan otot berkontraksi, sedangkan faktor mekanis yaitu aspek fisika yang ada pada otot seperti sudut pukulan terkuat (sudut sendi dan pergelangan tangan), ayunan tangan, dan momentum pukulan.





Oleh karena kekuatan otot merupakan hasil dari ketiga faktor-faktor tersebut, yang bekerja secara simultan dan mustahil individual, maka tidaklah etis untuk memilih salah satu otot terkuat saja. Ada beberapa otot yang karena alasan atau landasan tertentu, bisa disebut otot terkuat. Otot-otot tersebut adalah:

* Otot masseter atau otot rahang. Otot rahang merupakan otot yang sangat berfungsi untuk kekuatan mengunyah, bisa dibayangkan apabila seseorang mengalami kelemahan otot rahang ini, maka orang tersebut sulit atau bahkan tidak mampu mengunyah makanan. Namun, alasan mengapa otot rahang merupakan salah satu otot terkuat bukanlah hanya karena fungsinya untuk kekuatan mengunyah, melainkan juga karena otot rahang merupakan otot yang mampu mengerahkan gaya yang amat besar pada obejk-objek luar, misalnya dipakai untuk mengangkat beban atau menarik mobil. Pada tahun 1986, Guinness Record mencatat, Richard Hofmann dari Lake City, Florida, mampu menghasilkan kekuatan gigitan 975 pound (442 kilogram) selama dua detik.
* Otot quadriceps femoris (paha) dan gluteus maximus (bokong). Apabila kekuatan otot mengacu pada gaya yang dikeluarkan oleh otot itu sendiri, maka otot terkuat adalah otot yang mempunyai luas penampang terbesar, otot-otot tersebut adalah otot paha dan bokong.
* Miometrium (otot rahim).Otot rahim dikatakan terkuat karena beratnya (yakni sekitar 1,1 kg) supaya dapat memberikan dorongan yang cukup besar pada bayi saat ibu akan melahirkan.
* Otot-otot mata (sebagai contoh saccades). Otot mata merupakan otot terkuat bila didasarkan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Otot mata mampu mengangkat bola mata yang jauh berukuran lebih besar. Bahkan otot mata mempunyai kekuatan 100 kali lebih kuat dari pada yang mereka perlukan. Sebagai contoh, saccades merupakan otot yang khusus digunakan ketika membaca, membutuhkan kecepatan tinggi, dan digunakan selama fase rapid eye movement ketika tidur.
* Otot lidah. Otot lidah merupakan otot yang terdiri dari 16 otot-otot penyusun lain. Berdasarkan kinerja kelompok-kelompok otot dan ukuran yang terbilang kecil, serta banyaknya pekerjaan, membuat otot lidah merupakan kandidat otot terkuat.
* Otot jantung. Memang, otot jantung hanya melepaskan kekuatan 1-5 watt untuk satu kali memompa darah, tidak seperti otot paha yang mampu melepaskan kekuatan 100 watt dalam satu kali kinerja (misalnya ketika melompat), tetapi perlu diketahui bahwa otot jantung bekerja sepanjang hayat, berbeda dengan otot paha yang bekerja ketika dipakai saja. Oleh karena itu, banyaknya kekuatan yang dilepaskan jantung selama hayat membuat jantung merupakan salah satu otot terkuat.


Sumber : www.id.wikipedia.org

Tumbuhan Berbiji Terbuka (Gymnospermae) dan Klasifikasinya

Ciri-ciri umum
Tumbuhan Berbiji Terbuka (Gymnospermae) dapat berupa perdu atau pohon. Semua tumbuhan berbiji terbuka memiliki jaringan pembuluh xilem dan floem.

Tumbuhan berbiji terbuka, tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji tertutup merupakan kelompok tumbuhan Tracheophyta, yaitu kelompok tumbuhan yang memiliki jaringan pembuluh xilem dan floem.
Yang membedakan tumbuhan ini dengan tumbuhan berbiji terbuka adalah bakal bijinya terdapat di luar permukaan megasporofilnya atau analoginya disebut sisik pendukung bakal biji, yang berkelompok menjadi strobilus berkayu dan disebut runjung, kecuali pada tanaman pakis haji (Cycas rumphii).

Penggolongan dan peranannya
Tumbuhan berbiji terbuka yang hingga kini masih dapat ditemukan adalah divisi Coniferophyta (konifer), Cycadophyta (Sikas), Ginkgophyta (ginkgo), Gnetophyta (melinjo).

1 ) Coniferophyta (konifer)
Divisio ini banyak anggotanya yang masih dapat dijumpai hingga sekarang.
Pada umumnya conifer tidak mengalami gugur daun, daunnya berbentuk jarum, hidup sebagai perdu atau pohon, memiliki strobilus berbentuk kerucut. Ada dua macam strobilus, strobilus biji atau strobilus betina dan strobilus serbuk sari atau strobilus jantan.
Contoh: Pinus, Cupressus, Araucaria, Agathis, Sequoia, Juniperus, Taxus.

2 ) Cycadophyta (Sikas)
Golongan sikas ditemukan di daerah tropis hingga sub-tropis. Ciri yang khas untuk tumbuhan ini adalah batang yang tidak bercabang, daun majemuk, seperti kulit, tersusun sebagai tajuk di puncak batang yang memanjang. Seluruh anggotanya berumah dua. Contoh: Cycas rumphii (pakis haji), ditanam sebagai tanaman hias.

3 ) Ginkgophyta (Ginko)
Anggota divisio ini yang masih ada adalah Ginkgo biloba (Ginko). Ginkgo merupakan pohon besar, dapat mencapai ketinggian lebih dari 30 meter. Daun lebar berbentuk seperti kipas, dengan belahan yang berlekuk dalam. Tulang daun berbentuk menggarpu. Ginko merupakan tumbuhan Gymnospermae yang meranggas, berumah dua, biji keras berwarna kekuningan, berukuran sebesar kelereng, berbau tidak enak. Ginko digunakan sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik.

4 ) Gnetophyta
Divisio ini memiliki strobilus jantan yang tersusun majemuk, daun berhadapan atau melingkar, seluruh pembuluh terdapat pada kayu sekunder dan tidak terdapat saluran resin. Contoh: Gnetum gnemon (melinjo), daun muda, biji dan bunganya dapat disayur. Bijinya dibuat menjadi emping,kulit kayunya digunakan sebagai bahan pembuatan benang atau kertas.

Tumbuhan Berbiji Terbuka (Gymnospermae), Ciri-ciri dan penggolongan (klasifikasi) Tumbuhan Berbiji Terbuka (Gymnospermae), Apa itu Tumbuhan Berbiji Terbuka (Gymnospermae), Peranan Tumbuhan Berbiji Terbuka (Gymnospermae), Tumbuhan Biji Terbuka (Gymnospermae)

Sumber :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhan_berbiji_terbuka
- http://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhan_berbiji

Tumbuhan Berbiji Tertutup (Angiospermae), Ciri-ciri dan Penggolongannya

Sekarang ini Angiospermae merupakan tumbuhan yang dominan, beraneka ragam, dan menempati daerah persebaran yang paling luas di permukaan bumi. Diperkirakan hingga sekarang terdapat sekitar 250.000 spesies Angiospermae.

a . Ciri-ciri umum
Angiospermae memiliki bakal biji atau biji berada di dalam struktur yang tertutup yang disebut daun buah (carpels).
Daun buah dikelilingi oleh alat khusus yang membentuk struktur pembiakan majemuk yang disebut bunga. Pada umumnya tumbuhan berupa pohon, perdu, semak, liana, atau herba. Di antara Angiospermae ada yang hidup tahunan ada yang semusim, berumah satu atau berumah dua.

b . Penggolongan dan peranannya
Semua Angiospermae digolongkan dalam divisio tunggal, yaitu Anthophyta. Divisio ini terdiri atas dua kelas yaitu Monocotyledonae (monokotil) dan Dicotyledonae (dikotil).

1 ) Monocotyledonae (Monokotil)
Mencakup semua tumbuhan berbunga yang memiliki kotiledon tunggal (berkeping biji tunggal), batang bagian atas tidak bercabang. Umumnya berdaun tunggal, kecuali pada golongan palma (kelapa, palem) dengan tulang daun melengkung atau sejajar. Jaringan xilem dan floem pada batang dan akar tersusun tersebar dan tidak berkambium.
Bunga memiliki bagian-bagian dengan kelipatan 3, bentuk tidak beraturan dan berwarna tidak menyolok.
Beberapa contoh yang penting misalnya;
a) Famili Liliaceae. Contohnya adalah Lilium longiflorum (lilia gereja), Gloriosa superba (kembang sungsang).
b) Famili Amaryllidaceae. Contohnya adalah Agave cantala (kantala), Agave sisalana (sisal).
c) Famili Poaceae. Contohnya adalah Oryza sativa (padi), Zea mays (jagung), Andropogon sorghum (cantel), Panicum miliaceum (jewawut).
d) Famili Zingiberaceae. Contohnya adalah Zingiber officinalle (jahe), Curcuma domestica (kunyit), Alphinia galanga (laos), Kaempferia galanga (kencur).
e) Famili Musaceae. Contohnya adalah Musa paradisica (pisang), Musa textilis (manila henep).
f) Famili Orchidaceae. Contohnya adalah Phalaenopsis amabilis (anggrek bulan), Dendrobium phalaenopsis (larat).
g) Famili Arecaceae. Contohnya adalah Cocos nucifera (kelapa), Arenga pinata (aren), Areca catechu (pinang), Elais quineensis (kelapa sawit).
h) Famili Areceae. Contohnya adalah Colocasia esculenta (talas), Xanthosoma violaceum (bentul), Alocasia macrorhiza (sente).

2 ) Dicotyledonae (Dikotil)
Mencakup semua tumbuhan berbunga yang memiliki 2 kotiledon (berkeping biji dua). Daun dengan pertulangan menjari atau menyirip.Batangnya berkambium, oleh karena itu mengalami pertumbuhan sekunder. Pembuluh xilem dan floem tersusun melingkar (konsentris).
Akar berupa akar tunggang ujung akar lembaga tidak dilindungi selaput pelindung. Jumlah bagian-bagian bunga berkelipatan 4 atau 5.
Beberapa contoh yang penting antara lain:
a) Euphorbiaceae (tumbuhan jarak-jarakan), contohnya Euphorbia tirucalli (patah tulang), Manihot utilisima (ubi kayu), Hevea brassiliensis (karet, para).
b) Moraceae. Contohnya adalah Ficus benjamina (beringin), Artocarpus communis (keluwih).
c) Papilionaceae. Contohnya adalah Vigna cinesis (kacang panjang), Phaseolus radiatus (kacang hijau), Arachis hypogea (kacang tanah), Clitoria ternatea (kembang telang).
d) Caesalpiniaceae. Contohnya adalah Caesalpinia pulcherima (kembang merak), Tamarindus indica (asam).
e) Mimosaceae. Contohnya adalah Mimosa pudica (sikejut), Leucaena glauca (lamtoro), dan Parkia speciosa (petai).
f) Malvaceae. Contohnya adalah Gossypium sp. (kapas), Hibiscus tiliaceus (waru).
g) Bombacaceae. Contohnya adalah Durio zibethinus (durian), Ceiba pentandra (kapok).
h) Rutaceae. Contohnya adalah Citrus nobilis (jeruk keprok), Citrus aurantifolia (jeruk nipis).
i) Myrtaceae. Contohnya adalah Eugenia aromatica (cengkeh), Melaleuca leucodendron (kayu putih), dan Psidium guajava (jambu biji).
j) Verbenaceae. Contohnya adalah Tectona grandis (jati), Lantana camara (lantana).
k) Labiatae. Contohnya adalah Coleus tuberotus (kentang hitam).
l) Convolvulaceae. Contohnya adalah Ipomoea batatas (ketela rambat), Ipomoea reptans (kangkung).
m) Apocynaceae. Contohnya adalah Plumeria acuminata (kemboja), Alamanda cathartica (alamanda).
n) Rubiaceae. Contohnya adalah Cinchona suecirubra (kina), Coffea arabica (kopi arabica), Coffea canephora (kopi robusta), Morinda citrifolia (mengkudu).

Tumbuhan Biji Tertutup (Angiospermae), Tumbuhan Berbiji Tertutup (Angiospermae), Contoh Tumbuhan Berbiji Tertutup (Angiospermae), Jenis-jenis Tumbuhan Berbiji Tertutup (Angiospermae), Apa itu Tumbuhan Berbiji Tertutup (Angiospermae), Klasifikasi / penggolongan Tumbuhan Berbiji Tertutup (Angiospermae)


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhan_berbiji_terbuka