Blogger Pages

Thursday, December 16, 2010

Lamun

Di pesisir pantai Indonesia ada tiga tipe ekosistem yang penting, yakni terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Di antara ketiganya, padang lamun paling sedikit dikenal. 
Kurangnya perhatian kepada padang lamun, antara lain, disebabkan padang lamun sering disalahpahami sebagai lingkungan yang tak ada gunanya, tak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Di kalangan akademisi pun masalah padang lamun baru mulai banyak dibicarakan setelah tahun 2000.

Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut dangkal. Lamun berbeda dengan rumput laut (seaweed) yang dikenal juga sebagai makroalga. Lamun berbunga (jantan dan betina) dan berbuah di dalam air. Produksi serbuk sari dan penyerbukan sampai pembuahan semuanya terjadi dalam medium air laut. Lamun mempunyai akar dan rimpang (rhizome) yang mencengkeram dasar laut sehingga dapat membantu pertahanan pantai dari gerusan ombak dan gelombang. Dari sekitar 60 jenis lamun yang dikenal di dunia, Indonesia mempunyai sekitar 13 jenis.
Suatu hamparan laut dangkal yang didominasi oleh tumbuhan lamun dikenal sebagai padang lamun. Padang lamun dapat terdiri dari vegetasi lamun jenis tunggal ataupun jenis campuran. Padang lamun merupakan tempat berbagai jenis ikan berlindung, mencari makan, bertelur, dan membesarkan anaknya. Ikan baronang, misalnya, adalah salah satu jenis ikan yang hidup di padang lamun.
Amat banyak jenis biota laut lainnya hidup berasosiasi dengan lamun, seperti teripang, bintang laut, bulu babi, kerang, udang, dan kepiting. Duyung (Dugong dugon) adalah mamalia laut yang hidupnya amat bergantung pada makanannya berupa lamun. Penyu hijau (Chelonia mydas) juga dikenal sebagai pemakan lamun yang penting. Karena itu, rusak atau hilangnya habitat padang lamun akan menimbulkan dampak lingkungan yang luas.
Padang lamun sering dijumpai berdampingan atau tumpang tindih dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Bahkan, terdapat interkoneksi antarketiganya.
Karena fungsi lamun tak banyak dipahami, banyak padang lamun yang rusak oleh berbagai aktivitas manusia. Luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000 kilometer persegi, tetapi diperkirakan kini telah menyusut 30-40 persen.
Ancaman terhadap padang lamun
  • Pengerukan dan pengurugan dari aktivitas pembangunan (pemukiman pinggir laut, pelabuhan, industri dan saluran navigasi)
  • Pencemaran limbah industri terutama logam berat dan senyawa organoklorin
  • Pembuangan sampah organik
  • Pencemaran limbah pertanian
  • Pencemaran minyak dan industri
Upaya pelestarian padang lamun
  • Mencegah terjadinya pengrusakan akibat pengerukan dan pengurugan kawasan lamun
  • Mencegah terjadinya pengrusakan akibat kegiatan konstruksi di wilayah pesisir
  • Mencegah terjadinya pembuangan limbah dari kegiatan industri, buangan termal serta limbah pemukiman
  • Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara destruktif yang membahayakan lamun
  • Memelihara salinitas perairan agar sesuai batas salinitas padang lamun
  • Mencegah terjadinya pencemaran minyak di kawasan lamun
Kriteria Baku Kerusakan dan Status Padang Lamun menurut Kepmen LH No.200 Thn 2004



Metode untuk pengukuran dan penentuan status padang lamu adalah dengan menggunakan metode Transek Garis atau Line Intercept Transect dan Petak Contoh (Transect Plot)

Kerusakan ekosistem lamun, antara lain, karena reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap lebih (over-fishing). Pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten, misalnya, telah melenyapkan ratusan hektar padang lamun. Tutupan lamun di Pulau Pari (DKI Jakarta) telah berkurang sekitar 25 persen dari tahun 1999 hingga 2004.
Mengingat ancaman terhadap padang lamun semakin meningkat, akhir-akhir ini mulailah timbul perhatian untuk menyelamatkan padang lamun. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga telah mengamanatkan perlunya penyelamatan dan pengelolaan padang lamun sebagai bagian dari pengelolaan terpadu ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Program pengelolaan padang lamun berbasis masyarakat yang pertama di Indonesia adalah Program Trismades (Trikora Seagrass Management Demonstration Site) di pantai timur Pulau Bintan, Kepulauan Riau, yang mendapat dukungan pendanaan dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan baru dimulai tahun 2008.
Ekosistem padang lamun berfungsi sebagai penyuplai energi, baik pada zona bentik maupun pelagis. Detritus daun lamun yang tua didekomposisi oleh sekumpulan jasad bentik (seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri), sehingga dihasilkan bahan organik, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam bentuk nutrien. Nutrien tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton, dan juvenil ikan/udang (Dahuri, 2003)
Amat banyak jenis biota laut lainnya hidup berasosiasi dengan lamun, seperti teripang, bintang laut, bulu babi, kerang, udang, dan kepiting. Duyung (Dugong dugon) adalah mamalia laut yang hidupnya amat bergantung pada makanannya berupa lamun. Penyu hijau (Chelonia mydas) juga dikenal sebagai pemakan lamun yang penting. Karena itu, rusak atau hilangnya habitat padang lamun akan menimbulkan dampak lingkungan yang luas.
Karena fungsi lamun tak banyak dipahami, banyak padang lamun yang rusak oleh berbagai aktivitas manusia. Luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000 kilometer persegi, tetapi diperkirakan kini telah menyusut 30-40 persen.
5. Manfaat Lamun
Nilai pakai tidak langsung dari ekosistem padang lamun mencakup :
(1) fungsinya sebagai stabilisator sedimen yang mencegah erosi pesisir,
(2) habitat sejumlah besar spesies satwa liar, dan
(3) sumber makanan dan detritus organik yang dibutuhkan tumbuhan laut dan algae sebagaimana binatang.
Produktifitas primer kotor padang lamun menduduki rangking teratas di antara ekosistem alami yang pernah tercatat (Hatcher et al, 1989). Produktifitas primer ekosistem padang lamun dilaporkan antara 1.300 – 3.000 gram berat kering/m2/tahun (KLH, 1991), bahkan dapat mencapai 7.000 gramC/m2/tahun (Whitten et al, 1987). Karbon organik yang dihasilkan padang lamun melalui fotosistesis sebagian besar (70 – 90 %) digunakan oleh organisme laut pada tingkat trofik yang lebih tinggi melalui rantai makanan detritus dan sisanya melalui rantai langsung (Nienhuis, 1993). Ekosistem padang lamun umunya bersifat mandiri (self-sustaining), energi yang dihasilkan dari padang lamun di Indonesia Timur dikonsumsi sendiri dengan minimum 10 % dikirim ke ekosistem di sekitarnya pada kondisi yang tenang (Hutomo et al, 1988; Nienhuis et al, 1989; Lindeboom dan Sandee, 1989). Dugong, penyu hijau dan ikan Siganus merupakan pemangsa tumbuhan lamun dan rumput laut yang penting. Padang lamun dan habitat di sekitarnya merupakan daerah pakan yang juga penting bagi burung-burung laut (Polunin, 1983).


Indonesia terletak di wilayah beriklim tropis, dan selalu mendapat penyinaran matahari sepanjang tahun, sehingga sangat baik untuk petumbuhan lamun. Kebanyakan lamun terdapat di wilayah laut  bersubstrat lumpur dan dangkal seperti di pantai utara Jawa tepatnya Pulau Biawak dengan kedalaman 5m-10m. Kondisi saat ini di hampir sepanjang kawasan pesisir kabupaten Indramayu terkena abrasi, hal ini disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia yang menyebabkan rusaknya ketiga penyangga ekosisitem pesisir. Faktor alam  diantaranya adalah pengaruh iklim yaitu isu global warming yang menyebabkan naiknya permukaan air laut sehingga bibir pantai semakin terkikis oleh ombak. Naiknya permukaan laut ini dapat mengganggu ekosistem lamun karena lamun hidup pada perairan yang dangkal, dengan naiknya permukaan laut maka kedalaman habitat lamun pun bertambah dalam, sehingga tidak baik lagi untuk pertumbuhan lamun.
Padang  lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Echinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Kikuchi and Peres, 1977).

 
Rantai Makanan Ekosistem Padang Lamun



Lamun bertindak sebagai produsen yang menggunakan sinar matahari, air, nutrient, dan CO2 untuk memproduksi energi, proses ini dinamakan fotosintesis yang menghasilkan O2. Dalam rantai makanan lamun sebagai produsen primer mempunyai peranan yang sangat penting bagi biota laut lainnya.
Bagian makro dan mikro yang didekomposisi dari lamun akan digunakan oleh mikroorganisme dan sangat memegang peranan penting sebagai sumber makanan untuk beberapa konsumen primer, seperti organisme planktonik.Padang lamun merupakan produsen primer  dalam komunitas di laut, sedangkan yang bertindak sebagai konsumen primer yaitu pemakan tumbuhan lamun dan pemakan fitoplankton contoh : penyu, dugong, gastropoda kecil yaitu trochidae, rissodae, dan centhiidae,serta beberapa krustacea dekapoda, polichaeta , dan echinodermata.
Untuk konsumen sekunder yaitu  ditempati oleh karnivora, yang memangsa herbivora sebagai makanannya, mereka bertindak sebagai predator  moluska, crustacean, dan ikan-ikan kecil. Beberapa  jenis ikan predator yang ditemukan pada ekosistem lamun di perairan  P. Biawak antara lain : Bumphead parrotfish, angelfish, longfin bannerfish, butterfly, kerapu dan clown fish. Selain jenis ikan tersebut terdapat juga udang, lobster dan binatang laut pemakan karang (crown of thorn). Sekarang ini ikan-ikan  tersebut jarang ditemukan lagi akibat telah rusaknya ekosistem padang lamun akibat aktivitas masyarakat pesisir sekitar Selanjutnya konsumen tersier yaitu memangsa konsumen primer dan konsumen sekunder, seperti ikan pemangsa besar dan beberapa burung pemakan ikan, misal : hiu, burung pelikan dsb.
Selain yang dijelaskan tadi dalam rantai makanan terdapat dekomposer, seperti bakteri dan mikroorganisme yang menguraikan daun yang telah mati yang disebut proses dekomposisi. Dekomposer  mengubah jasad tumbuhan lamun menjadi partikel kecil dan sejumlah gas yang dilepaskan kedalam air laut. Proses daur ulang oleh dekomposer ini sangat penting dalam menyediakan nutrient bagi biota  yang hidup di ekosistem padang lamun.

Aliran Energi
Gambar aliran energy ekosistem padang lamun


Aliran energi pada ekosistem padang lamun (padang zostera) relatif tinggi dikarenakan  adanya proses sedimentasi, pencahayaan dan adanya pasang surut pada ekosistem padang lamun (Kiswara , 1999).
Aliran Energi Dapat Disederhana Pada Gambar di Bawah Ini  :



Siklus energi ini diawali dari energi matahari yang ditangkap oleh produsen dalam hal ini tumbuhan lamun, kemudian terus berputar tiada henti pada konsumen dan semua komponen ekosistem padang lamun, hal ini karena menurut hukum termodinamika bahwa energi dapat berubah bentuk, tidak dapat dimusnahkan serta diciptakan.
Aliran energi di alam atau ekosistem tunduk kepada hukum-hukum termodinamika tersebut. Dengan proses fotosintesis energi cahaya matahari ditangkap oleh tumbuhan, dan diubah menjadi energi kimia atau makanan yang disimpan di dalam tubuh tumbuhan.
Proses aliran energi berlangsung dengan adanya proses rantai makanan. Tumbuhan dimakan oleh herbivora, dengan demikian energi makanan dari tumbuhan mengalir masuk ke tubuh herbivora. Herbivora dimakan oleh karnivora, sehingga energi makanan dari herbivora masuk ke tubuh karnivora.
Cahaya matahari sebagai sumber energi utama tumbuhan lamun untuk proses fotosintesis yang menghasilkan energi bagi  beberapa biota laut. Aliran energy dilihat dan dihitung dari produksi primer, aliran materi seperti O2, CO2, Fosfor, Nitrogen, biomassa, produksi dan konsumsi makrofauna dalam rantai makanan. Dapat dilihat total suplai makanan dan nutrient pada ekosistem padang lamun didapat dari ekosistem lamun sendiri, kemudian fitoplankton, dan dekomposer. Kemudian energy yang dihasilkan oleh produsen dimanfaatkan oleh beberapa biota yang bertindak sebagai konsumen melalui proses memangsa dan dimangsa dalam rantai makanan.